MEMAHAMI SISTEM PERORGANISASIAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI
MAKALAH
MEMAHAMI
SISTEM PERORGANISASIAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI
Makalah
Ini Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah :
KURIKULUM
Dosen pengampu :
Dr.
Kholis Amrullah, M.Pd.
Disusun
oleh :
MUHAMAD ZAINAL MUSTHOFA
(2171030015)
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
KATA PENGANTARAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada
waktunya.Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata Filsafat dengan judul MEMAHAMI
SISTEM PERORGANISASIAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI
Sebagai
bahan presentasi, dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah
ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak terkait. Oleh
karena itu, kami mengucapkan syukur Alhamdulillah Allah SWT yang telah
memberikan petunjuk dan kemudahan dalam penulisan makalah ini. Serta kepada
semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa dalam proses penulisan dan pembuatan makalah ini sesempurna
mungkin dengan menggunakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semuanya sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Metro,
20 Maret 2020
M. Zainal Musthofa
BAB I
PENDAHULUAN
Organisasi merupakan suatu sistem yang menghubungkan beberapa sumber-sumber daya
manusia sehingga memungkinkan adanya tujuan atau sasaran tertentu. Pelaksanaan
suatu proses pengorganisasi yang sukses akan membuat suatu organisasi dapat
mencapai tujuannya. Organisasi yang merupakan alat untuk mencapai tujuan, harus
memiliki suatu sistem untuk melakukan tindakan yang ditentukan dengan merancang
struktur hubungan antara pekerja, personalia, dan faktor-faktor fisik.
Didalam organisasi umumnya sering menghadapi
permasalahan seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan lingkungan.
Masalah ini merupakan tantangan bagi organisasi agar dapat mencari jalan keluar
dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan perkembangan zaman tersebut. Semua
kegiatan dari tiap bagian harus terkoordinir untuk mencapai tujuan perusahaan
secara keseluruhan. Untuk menciptakan koordinasi dalam organisasi, perlu
diciptakan suatu wadah yang dapat menjembatani semua bagian dalam organisasi, yaitu
“struktur organisasi”.
Agar struktur organisasi dapat mendukung
pencapaian tujuan hendaknya mengandung 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Pendelegasian wewenang
dan desentralisasi
Salah satu faktor penentu efektivitas
organisasi dapat dilihat dari kemampuan mengenali situsi organisasi oleh
pemimpin yang pada akhirnya dapat menentukan pendelegasian wewenang kepada para
bawahannya. Pendelegasian wewenang oleh atasa kepada bawahannya diperlukan agar
organisasi berfungsi secara efisien, karena tidak ada atasan dapat mengawasi
setiap saat tugas-tugas bawahannya, terlebih apabila organisasi tersebut
mempunyai aktivitas yang banyak dan kompleks.
2. Koordinasi
Koordinasi diperlukan untuk mengintegrasikan
berbagai macam komponen yang berbeda
untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi secara menyeluruh.
3. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses pemindahan
pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang
lain. Agar koordinasi dapat diterapkan, maka perlu komunikasi yang bermanfaat untuk mendekatkan setiap tenaga
kerja maupun kelompok kerja.
Struktur organisasi mempuyai hubungan yang erat
dengan organisasi. Secara umum, pengorganisasian menyebabkan timbulnya sebuah
struktur organisasi. Untuk mencapai apakah struktur organisasi memberikan
sumbangan positif bagi keefektifan organisasi atau tidak, harus ada asumsi
tentang kemampuan dan motivasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan untuk menciptakannya
.BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ORGANISASI
Struktur
organisasi merupakan sebuah padanan kata yang terdiri dari kata struktur dan
kata organisasi. Bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan
struktur tata hubungan kerja atau sekelompok orang pemegang posisi yang bekerja
sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu
(Hasibuan, 2001). Adapun organisasi berasal dari perkataan “organisme” yaitu
suatu struktur dengan bagian-bagian yang demikian diintegrasi hingga hubungan
mereka satu sama
lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan.
Jadi sebuah organisasi terdiri dari dua bagian pokok yaitu bagian bagian dan
hubungan-hubungan (Supardi dan Syaiful Anwar, 2002). Stuktur organisasi adalah
sebagai suatu kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan
diantara bidang-bidang kerja, maupun orang orang yang menunjukkan kedudukan,
wewenang dan tangguang jawab masing masing dalam suatu sistem kerjasama. Fungsi
dari struktur organisasi itu sendiri adalah untuk menentukan kelancaran
jalannya pelaksanaan dan berupa pewadahan atau pengaturan lebih lanjut daripada
kekuasaan, pekerjaan, tanggungjawab dan orang-orang yang harus ditata hubungkan
satu sama lain sedemikian rupa sehingga setiap orang tahu apa kedudukannya, apa
tugasnya, apa tanggung jawabnya, apa kewajibannya, apa fungsinya, apa pekerjaannya,
apa haknya, apa wewenangnya, siapa atasannya, siapa bawahannya dan bagaimana
cara berhubungan satu sama lain (Supardi dan Syaiful Anwar, 2002).
Sedangkan menurut (Abdulsyah, 1987) struktur organisasi
dapat didefenisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dalam pengelolaan suatu
organisasi. Struktur organisasi menunjukkan suatu susunan yang berupa bagan,
dimana terdapat hubungan hubungan diantara berbagai fungsi, bagian, status
ataupun orang-orang yang menunjukkan tanggung jawab dan wewenang yang berbedabeda
dalam organisasi tersebut. Stuktur organisasi yang akan dibentuk tentunya
organisasi yang baik yaitu harus memenuhi syarat sehat dan efisien. Struktur
organisasi yang sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat
menjalankan peranannya dengan tertib, struktur organisasi efisien berarti dalam
menjalankan peranannnya tersebut masing-masing satuan organsiasi dapat mencapai
perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja.
B. BENTUK,
TIPE DAN DESAIN STRUKTUR ORGANISASI
Organisasi berdasarkan bentuknya Menurut
(Hasibuan, 2001) terdiri dari :
1. Organisasi lini (line
organization); pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis
terpendek dari seseorang atasan kepada bawahannya. Bentuk ini memiliki ciri;
Organisasinya relatif kecil dan sederhana, Hubungan bersifat langsung melalui
garis wewenang terpendek, Pucuk pimpinan biasanya pemilik perusahaan, Jumlah
karyawan relatif sedikit dan saling mengenal, Pucuk pimpinan sumber kekuasaan,
keputusan dan kebijaksanaan organisasi,
2. Organisasi lini dan Staf; terdapat
pucuk pimpinan dan pimpinan di bawahnya serta pimpinan dibantu oleh staf. Tipe
organisasi ini biasanya digunakan untuk organisasi besar, daerah kerjanya luas,
dan pekerjaannya banyak. Wewenang pimpinan adalah mengambil keputusan ,
kebijaksanaan, dan berkuasa serta harus bertanggungjawab langsung tercapainya
tujuan perusahaan. wewenang lini dalam struktur organisasi digambarkan dengan
garis. Adapun wewenang staf adalah hanya untuk memberikan data , informasi, pelayanan
dan pemikiran untuk membantu kelancaran tugastugas manejer lini. Dalam struktur
organisasi digambarkan dengan garis terputus-putus.
3. organisasi fungsional; organisasi
berdasarkan sifat dan macam kerja yang harus dilakukan, terdapat pembagian kerja
berdasarkan pada “spesialisasi’ yang sangat mendalam dan setiap pejabat hanya
mengerjakan tugas atau pekerjaan sesuai dengan spesialisasinya; Direktur utama
(Dirut) mendelegasikan wewenang kepada direktur dan direktur ini memerintahkan
tugas atau spesialisasinya kepada pelaksana, dengan demikian pelaksana atau
bawahan mempunyai beberapa orang atasan langsungnya. Terdapat dua kelompok
wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang fungsi.
4. Organisasi lini, Staf dan
fungsional; kombinasi dari organisasi lini,lini dan staf, dan fungsional dan
biasanya diterapkan pada organisasi besar serta kompleks. Pada tingkat Dewan
Komisaris diterapkan tipe organsiasi lini dan staf, sedangkan pada tingkat
middle manager diterapkan tipe organisasi fungsional.
5. Organisasi Komite; adalah suatu
organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan
pimpinannya kolektif; ada pembagian tugas, wewenang semua anggota sama besar,
tugas dan tanggung jawab pimpinan dilaksanakan secara kolektif, Para pelaksana
dikelompokkan menurut bidang/ komisi tugas tertentu, Keputusan merupakan
keputusan semua anggotanya.
Desain struktur
organisasi menurut (Robbins, Stephen P., Matthew, Mary, 2009) ada 2 model,
yaitu
1.
Desain
organisasi tradisional,
2.
Desain
struktur organisasi kontemporer. Model pertama terdiri dari :
a.
Struktur
sederhana; desain struktur organisasi dengan departemenisasi rendah, rentang
kendali yang luas, wewenang terpusat pada seseorang, dan formalisasi rendah.
Struktur ini biasa digunakan oleh organisasi kecil.
b.
Struktur
fungsional; desain struktur organisasi yang mengelompokkan spesialisasi
pekerjaan yang serupa atau terkait kedalam satu kelompok. Diorganisasi
berdasarkan fungsi operasi, keuangan, SDM, serta riset dan pengembangan produk.
(c)
c.
Struktur
divisional; struktur organisasi terdiri atas sejumlah unit atau divisi yang
terpisah, tiap unit atau divisi mempunyai otonomi yang relatif terbatas, dengan
manejer divisi yang bertanggung jawab atas kinerja dan yang mempunyai wewenang
strategis dan operasional atas unitnya.
Model kedua terdiri dari :
a)
Struktur
berbasis tim; Keseluruhan organisasi tersusun oleh sejumlah kelompok kerja
(tim) yang menjalankan pekerjaan organisasi tersebut dan wewenang menejerialnya
bersifat fleksibel.
b)
struktur
matriks dan struktur proyek; Stuktur matriks adalah struktur organisasi yang
menugaskan para spesialis dari departemen fungsional yang berbeda-beda untuk
bekerja pada satu proyek atau lebih yang dipimpin oleh para manejer proyek.
Adapun struktur proyek adalah para karyawan senantiasa ditugaskan ke sejumlah
proyek. Struktur ini tidak memiliki departemen formal tempat para karyawan
kembali setelah pekerjaannya selesai, dan cenderung menjadi desain organisasi
yang sangat cair dan fleksibel. Disini manejer berfungsi sebagai fasilitator,
pembina dan pelatih.
c)
Unit
internal yang mandiri; beberapa organisasi besar dengan banyak unit bisnis atau
divisi telah menggunakan struktur organisasi yang tidak lebih dari kumpulan
unit internal mandiri yakni unit bisnis yang terdesentralisasi yang mandiri,
masing-masing memiliki produk, klien, pesaing, dan sasaran laba sendiri.
d)
organisasi
tanpa batas; organisasi yang desainnya tanpa batas batas horizontal, vertikal,
atau eksternal yang dipaksakan oleh struktur yang telah ditentukan sebelumnya.
Artinya organisasi ini berusaha menghilangkan rantai komando, namun tetap
memiliki rentang kendali yang memadai, dan mengganti departemen dengan tim yang
diberdayakan.
C.
PERUBAHAN STRUKTUR ORGANISASI
Perubahan memang sulit dihindari,
artinya usaha perubahan dalam setiap organisasi akan selalu dilakukan sepanjang
usia organisasi tersebut. Perubahan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dalam organisasi. Banyak faktor yang mempengaruhi suatu organisasi, baik
itu faktor internal atau ekternal organisasi. Dalam menghadapi berbagai
tantangan penyebab perubahan yang ada, organisasi dapat menyesuaikan diri
dengan jalan: merubah struktur, merubah tata kerja, merubah orang, merubah
peralatan kerja.
(Sutarto, 1988) Bila manejemen
merencanakan suatu perubahan, maka harus memutuskan unsur unsur apa dalam
organisasi yang akan diubah. (Supardi dan Syaiful Anwar, 2002) menyatakan bahwa
organisasi dapat diubah melalui perubahan struktur, teknologi dan atau orangorangnya.
Perubahan struktur organisasi adalah menyangkut modifikasi dan pengaturan
kembali berbagai system internal, seperti hubungan-hubungan tangung jawab,
wewenang, system komunikasi, aliran kerja, ukuran dan komposisi kelompok kerja
atau hirarki manejerial. Perubahan ini akan dapat memperbaiki perilaku pegawai
yang akan mengarah pada peningkatan efektivitas organisasi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
D.
PERGURUAN TINGGI YANG EFEKTIF
(Hall, 1991) mencatat ada dua model
keefektifan organisasi, yaitu model sistem sumber daya (The System-Resource
Model), dan model tujuan (The Goal Model). Model sistem sumber daya
mendefinisikan keefektifan sebagai kemampuan untuk mengeksploitasi lingkungan
organisasi di dalam tindakan memperoleh sumber daya yang langka dan bernilai
untuk melanjutkan fungsi organisasi. Sedangkan model tujuan, secara sederhana
mendefinisikan keefektifan sebagai tingkat atau kemampuan organisasi
merealisasikan tujuantujuannya.
Sedangkan kompleksitas terjadi
karena organisasi mempunyai tujuan-tujuan yang sering kali saling bertentangan,
mengandung keberagaman dan ketidaksesuaian satu tujuan dan
tujuan-tu-juan lainnya. Untuk menguraikan keefektifan perguruan tinggi, kedua
model tersebut dapat disintesakan, bahwa keefektifan suatu perguruan tinggi
adalah tingkat pencapaian tujuan perguruan tinggi dalam menja-lankan fungsinya
dengan mengerahkan.
Seperti tersurat di atas, dapat
dikatakan bahwa perguruan tinggi dengan fungsi menjalankan pendidikan tinggi
bermaksud mencapai tujuan :
1.
mencerdaskan
kehidupan bangsa
2.
memajukan/mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai
humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang
berkelanjutan,
3.
meningkatkan
daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang,
4.
meng-hasilkan
intelektual, ilmuwan, dan atau professional yang berbudaya dan kreatif,
toleran, demokratis, berkarakter tang-guh, serta berani membela kebenaran untuk
kepentingan bangsa.
Tujuan
tersebut, ketika dirumuskan ulang oleh setiap perguruan tinggi, sangat mungkin
terjadi inter-pretasi yang beragam, sehingga dapat berakibat rumusan tujuan
perguruan tinggi dalam mengemban fungsi pen-didikan tinggi juga bervariasi
rumusan isinya, meskipun semua diharapkan tetap mengacu pada dan tidak bias
dari tujuan pendidikan tinggi tersebut.
Dan berkenaan
dengan keefektifan perguruan tinggi, setiap perguruan tinggi diharapkan dapat
menjadi perguruan tinggi yang efektif, yang dapat mewujudkan keempat unsur
tujuan pendidikan tinggi tersebut, dengan memanfaatkan segala sumber daya yang
dimiliki seperti dosen sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang
merupakan unsur sumber daya manusia perguruan tinggi di samping sumber daya
material, mesin termasuk fasilitas dan energi, uang, dan informasi termasuk
data yang dimiliki perguruan tinggi.
Berdasarkan
pendekatan sistem dapat dikatakan bahwa segala bentuk sumber daya yang dimiliki
perguruan tinggi merupakan komponen input yang terlibat dan digunakan di dalam
proses pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang cerdas, menghasilkan
intelektual, ilmuwan, dan/atau profe-sional yang berbudaya dan kreatif,
toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk
kepentingan bangsa; yang berdampak dapat memajukan/mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; dan
dapat berdaya saing di segala bidang.
E.
STRUKTUR ORGANISASI PERGURUAN TINGGI YANG BAIK
Struktur organisasi merupakan output
dari fungsi pengorganisasian, yang merupakan suatu aktivitas atau fungsi
manajemen, di samping pe-rencanaan, staffing, pengarahan, dan pengawasan
(Ferrell, O.C, Geoffrey A. Hirt. Linda Ferrell, 2009). Pengorganisasian adalah
fungsi manajemen yang dimaksudkan untuk menyusun atau mengatur sumber
daya-sumber daya dan aktivitas-aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan-tujan
dengan cara yang efektif dan efisien.
Pimpinan perguruan tinggi atau tim penyusun
dalam fungsi pengorganisasian ini melakukan review terhadap rencana dan
menentukan aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan untuk melaksanakannya; kemudian
membagi pekerjaan-pekerjaan kepada unit-unit dan memberikannya kepada
individu-individu, kelompok-kelompok, atau unit kerja-unit kerja.
Pengorganisasian ini penting karena
beberapa alasan berikut. Pengorganisasian:
1.
membantu
menciptakan sinergi dari semua unsur atau bagian;
2.
menetapkan
garis wewe-nang,
3.
memperbaiki
komunikasi;
4.
membantu
menghindari duplikasi sum-ber daya,
5.
dan
dapat memperbaiki daya kompetisi melalui kecepatan pengambilan keputusan dan
pelayanan kepada pengguna jasa.
Jadi proses
pengorganisasian menghasilkan struktur organisasi. Struktur organisasi adalah
kerangka hubungan satuan-satuan organisasi yang di dalamnya terdapat pejabat,
tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dalam
kesatuan yang utuh (Sutarto, 1988). Sedangkan (Ferrell, O.C, Geoffrey A. Hirt.
Linda Ferrell, 2009) mendefinisikan struktur organisasi sebagai susunan atau
hubungan dari posisi-posisi di dalam suatu organisasi. Struktur organisasi
menjadi jelas setelah divisu-alisasi menjadi “bagan struktur organi-sasi” atau
“bagan organisasi” (organizational chart), yang merupakan pertun-jukan visual
dari struktur organisasi, garis wewenang atau rantai perintah, hubungan staff,
susunan komite atau panitia tetap, dan garis komunikasi.
Setiap perguruan tinggi harus berupaya
membentuk struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik harus
memenuhi syarat sehat dan efisien. Struktur organisasi yang sehat berarti
tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat menjalankan peranannya dengan
tertib. Struktur organisasi yang efisien berarti dalam menjalankan peranannya
masing-masing satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara
usaha dan hasil kerja (Sutarto, loc. cit.)
Serupa Sutarto, (Gie, 2000)
menguraikan struktur organisasi yang sehat berarti bahwa organisasi mempunyai
bentuk yang teratur di mana masing-masing bidang kerja beserta pejabat, tugas,
dan wewenangnya yang merupakan satuan-satuan tertentu dalam ling-kungan
keseluruhan organisasi dapat menjalankan peranannya dengan tanpa
kesimpangsiuran. Sedangkan struktur organisasi yang efisien ber-arti bahwa
organisasi itu memiliki susunan yang logis dan bebas dari sumber-sumber
pergesekan sehingga segenap satuan di dalamnya dapat mencapai perbandingan yang
terbaik antara usaha dengan hasil kerjanya baik mengenai mutu maupun banyaknya
hasil kerja itu.
Tentang struktur perguruan tinggi
terdiri dari unsur-unsur atau satuan-satuan organisasi perguruan tinggi, yang
menurut Pasal 28 PP RI Nomor 4 Tahun 2014 terdiri dari :
a. Penyusun kebijakan
b. Pelaksana akademik
c. Pengawas dan penjaminan mutu
d. Penunjang akademik atau sumber
belajar
e. Pelaksana administrasi atau tata
usaha.
Dengan dibedakannya antara penyusun
kebijakan, pelaksana akademik, dan pengawas penjaminan mutu seperti teori trias
politika yang membedakan kekuasaan legislatif (pembuat peraturan), kekuasaan
eksekutif (pelaksana peraturan), dan kekuasaan yudikatif (pengawas pe-laksanaan
peraturan) ini menjadikan struktur organisasi perguruan tinggi menurut PP RI
Nomor 4 Tahun 2014 ini sebagai struktur organisasi yang baik : yang sehat dan
efisien. Struktur organisasi perguruan tinggi yang sehat, dapat berdampak pada
terjadinya struktur organisasi yang efisien, yang memungkinkan perguruan tinggi
dapat mencapai hasil pendidikan yang membanggakan karena lulusan yang cerdas,
intelektual, ilmuwan, dan/atau professional yang berbudaya dan kreatif,
toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk
kepentingan bangsa, dengan satuan-satuan dalam lingkungan perguruan tinggi
dapat menjalankan peranannya dengan tanpa kesimpangsiuran dan dengan demikian
pemborosan dapat dicegah dan diminimalisir.
F.
ASAS-ASAS ORGANISASI
Untuk mencapai bentuk struktur
organisasi yang baik, pimpinan dan tim pembentuk struktur organisasi harus
memperhatikan beberapa asas organisasi. (Sutarto, 1988) mengatakan asas-asas
organisasi adalah berbagai pedoman yang sedapat mungkin dilaksanakan agar
diperoleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas organisasi dapat berjalan
lancar. Oleh karena itu agar dapat diperoleh struktur organisasi yang sehat dan
efisien, pada waktu membentuk tim perguruan tinggi harus memperhatikan berbagai
asas organisasi.
Perhatian dan penerapan asas-asas
ini juga dimaksudkan agar perguruan tinggi tidak menghadapi masalah-masalah
seperti susunan atau struktur organisasi perguruan tinggi seperti pembentukan
satuan organisasi yang tidak sesuai dengan volume kerja, tiap pejabat tidak
mengetahui tanggungjawab dan tugasnya; adanya kekembaran pekerjaan, kekosongan
pengerjaan atas sesuatu aktivitas, tidak dipahaminya bahwa setiap pejabat harus
memiliki wewenang, adanya pejabat pimpinan yang rangkap jabatan, pejabat yang
memiliki bawahan terlalu banyak, jenjang organisasi terlalu panjang, terjadinya
perintah ganda sehingga dapat menjadikan bawahan bingung bertanggungjawab
kepada siapa, dan penempatan satuan organisasi yang tidak sesuai dengan peranannya.
Dari 82 asas organisasi, (Sutarto,
1988) mendalami 11 asas yang berkaitan dengan pembentukan struktur organisasi
yang baik, dan dengan kinerja organisasi yang optimal. Kesebelas asas itu
adalah perumusan tujuan dengan jelas, departemenisasi, pembagian kerja,
koordinasi, pelimpahan wewenang, rentangan kontrol, jenjang organisasi,
kesatuan perintah, fleksibilitas, keberlangsungan, dan keseimbangan. Karena
pertimbangan tidak semua kesebelas asas tersebut berkaitan dengan upaya
menjadikan struktur organisasi perguruan tinggi yag baik, maka dalam tulisan
ini akan dijelaskan asas-asas yang terkait yaitu perumusan tujuan dengan jelas,
departemenisasi, pembagian kerja, pelimpahan wewenang, rentangan kon-trol,
jenjang organisasi, dan kesatuan perintah.
1.
PERUMUSAN TUJUAN YANG JELAS
Tujuan perguruan tinggi dirumuskan dalam rumusan visi, misi,
tujuan, dan sasaran yang ingin dica-pai secara bertahap dalam jangka waktu dan
periode tertentu. Setiap perguruan tinggi harus berupaya me-rumuskan visi,
misi, tujuan, dan sa-saran yang ingin dicapai dengan jelas sehingga dapat
memudahkan tim kerja penyusun struktur organisasi untuk dijadikan pedoman dalam
penentuan macam pekerjaan, menetapkan dan mengelompokkan aktivitasaktivitas
atau fungsi-fungsi perguruan tinggi untuk mencapai tujuan, menentukan kebutuhan
pejabat, melakukan pembagian kerja, pembentukan struktur organisasi, dan
pemi-lihan bentuk organisasi.
Untuk merumuskan visi, misi,
tujuan, dan sasaran hendaknya setiap perguruan tinggi mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku dalam hal ini seperti UU RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, dan PP RI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan yang
diru-muskan oleh pemerintah menjadi standar bersama, dan apabila setiap
perguruan tinggi mempunyai tujuan tam-bahan yang selaras dengan tujuan bersama
bisa menjadi nilai tambah.
2.
DAPARTEMENISASI
Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 203) menyebut departemenisasi
sebagai “departmentalization”, yaitu pengelom-pokan pekerjaan-pekerjaan ke
dalam unit-unit kerja yang biasa disebut departemen-departemen, unit-unit,
ke-lompokkelompok, atau divisi-divisi. Sedangkan Sutarto (1988, 60)
mendefinisikan departemenisasi seba-gai aktivitas menyusun satuan-satuan
organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu.
Fungsi adalah sekelompok aktivitas sejenis berdasarkan kesamaan sifatnya atau
pelaksanaannya. Berdasar-kan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa untuk
menentukan dan menyusun satuan-satuan organisasi, tim penyusun harus dapat
menentukan bidang kerja atau fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk merealisasikan
tujuan.
Untuk menyusun satuan-satuan organisasi perguruan tinggi, tim dapat
mengacu Pasal 28 PP RI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan
Pengelolaan Perguruan Tinggi. Dalam pasal tersebut disebutkan unsur-unsur
perguruan tinggi minimal terdiri dari : penyusun kebijakan, pelaksana akademik,
pengawas dan penjaminan mutu, penunjang akademik atau sumber belajar; dan
pelaksana administrasi atau tata usaha. Memiliki unsur-unsur tersebut sebagai
satuan-satuan organisasinya sudah cukup bagi suatu perguruan tinggi. Selain
memahami unsur-unsur atau satuansatuan pokoknya, tim juga perlu memahami
rincian dari setiap unsur atau satuan apabila dibutuhkan. Misalnya untuk
pelaksanaan bidang akademik harus dilakukan bidang pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Berdasarkan informasi tentang fungsi bidang pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat, tim menentukan satuan program studi
untuk melaksanakan pendidikan, lembaga atau pusat penelitian untuk melaksanakan
pene-litian, dan lembaga atau pusat peng-abdian masyarakat untuk melaksanakan
fungsi pengabdian kepada masyarakat.
Demikian juga untuk menunjang kegiatan akademik, maka tim dapat
menentukan perpustakaan, laboratorium, bengkel, atau pun kebun percobaan sesuai
dengan kebutuhan. Berkaitan dengan bentuk perguruan tinggi : universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi, dapat dikatakan bahwa
universitas dan institut merupakan organisasi yang besar dengan volume
pekerjaan yang sangat banyak, sekolah tinggi dan politeknik merupakan
organisasi yang cukup besar dengan volume pekerjaan yang cukup banyak, sedangkan
akademi merupakan organisasi perguruan tinggi yang relative kecil dengan volume
pekerjaan yang relative sedikit. Volume pekerjaan menentukan besarnya
organisasi perguruan tinggi, yang harus diperhatikan oleh tim penyusun struktur
organisasi perguruan tinggi untuk melakukan depar-temenisasi.
3.
PEMBAGIAN KERJA
Pembagian kerja adalah perincian serta pengelompokan
aktivitas-aktivitas atau tugastugas yang semacam atau erat hubungannya satu
sama lain untuk dilakukan oleh satuan organisasi atau seorang pejabat tertentu.
Berkenaan dengan aktivitas-aktivitas atau tugas-tugas di perguruan tinggi, ada
jenis aktivitas atau tugas yang dilakukan oleh satuan organisasi (satuan kerja)
atau pun yang dilakukan oleh seorang pejabat tertentu. Misalnya;
a.
Fungsi
penetapan, pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, dan pengawasan nonakademik
dilakukan oleh Yayasan atau Majelis Wali Amanah.
b.
Fungsi
penetapan kebijakan, pem-berian pertimbangan, dan pengawasan di bidang akademik
dilakukan oleh Senat Akademik.
c.
Fungsi
penetapan kebijakan non-akademik dan Pengelolaan Perguruan Tinggi dilakukan
oleh pemimpin perguruan tinggi (rektor, ketua, direktur yang dibantu paling
sedikit 2 (dua) orang yaitu wakil pemimpin bidang akademik, dan wakil pemimpin
bidang non-akademik).
Untuk mengelola perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada, Rektor
dibantu oleh 5 (lima) orang wakil rector, yaitu Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan; Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sistem
Informasi; Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat; Wakil
Rektor Bidang SDM dan Aset; serta Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni
Di Universitas Indonesia, Rektor dibantu oleh 4 (empat) wakil,
yaitu Wakil Rector Bidang Akademik dan Kemahasiswaan; Wakil Rektor Bidang
Keuangan, Logistik, dan Fasilitas; Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi; dan
Wakil Rektor Bidang SDM, Pengem-bangan dan Kerjasama.
Tampak ada variasi sebutan wakil rektor di kedua perguruan tinggi
tersebut.
a.
Fungsi
pertimbangan nonakademik dan fungsi lain yang ditetapkan dalam Statuta
dilakukan oleh dewan penyantun.
b.
Fungsi
pengawasan nonakademik untuk dan atas nama pemimpin perguruan tinggi dilakukan
oleh satuan pengawas internal seperti pusat jaminan mutu atau unit monevin.
c.
Fungsi
yang membantu penyelenggarakan pendidikan sesuai dengan bidang ilmu yang
dikembangkan di perguruan tinggi/ fakultas dilakukan oleh Penun-jang
Akademik/Sumber Belajar seperti Laboratorium, Bengkel, Kebun Percobaan,
Perpustakaan melaksanakan.
d.
Fungsi
penyelenggarakan pelayanan teknis dan administratif dilakukan oleh pelaksana
administrasi seperti bagian administrasi akademik, bagian adminis-trasi
keuangan, bagian administrasi sarana dan prasarana, bagian informasi, bagian
surat dan arsip, bagian administrasi kema-hasiswaan, bagian administrasi
perencanaan (bandingkan dengan Pasal 28, 29, dan 30 PP RI Nomor 4 Tahun 2014).
4.
PELIMPAHAN WEWENANG
Sutarto (1988, 141-142) mendefinisikan wewenang adalah hak seorang
pejabat untuk mengambil tin-dakan yang diperlukan agar tugas serta
tanggungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik. Pelimpahan wewenang adalah
penyerahan sebagian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan
tanggungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada
pejabat yang lain.
Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 242) mendefinisikan pendelegasian
wewenang sebagai memberikan kepada pegawai tidak hanya tugas-tugas tetapi juga
kekuasaan untuk membuat komit-men, menggunakan sumber daya, dan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Delegasi juga
memberikan tanggung-jawab atau kewajiban (responsibility, obligation) kepada
pegawai-pegawai untuk melaksanakan tugastugas yang diberikan secara memuaskan
dan menyelenggarakan tugas-tugas secara bertanggungjawab demi pelaksanaan tugas
yang baik. Pada prinsipnya, akuntabilitas (accountability) berarti bahwa
pegawai-pegawai menerima tugas dan wewenang untuk melaksanakan tugas, serta
hasil dan dampaknya dapat menjawab kehendak atasan.
Sutarto juga mengemukakan bahwa pelimpahan atau pendelegasian
wewenang dapat terjadi secara vertical atau horizontal. Secara vertical (menegak),
pelimpahan wewenang dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih tinggi
kepada pejabat yang berkedudukan lebih bawah atau oleh pejabat atasan kepada
pejabat bawahan. Sedangkan secara horizontal (mendatar), pelimpahan wewenang
dilakukan di antara pejabat yang sederajat. Tim penyusun struktur organisasi
perguruan tinggi juga harus memperhatikan dan melaksanakan prinsip pelimpahan
wewenang yang dapat dilakukan secara vertical dan horizontal, karena
pejabat-pejabat di lingkungan perguruan tinggi hanya dapat melaksanakan
tugas-tugas setelah menerima pelimpahan wewenang yang diwujudkan dengan
penyerahan dan penerimaan surat tugas atau surat keputusan kepada seorang
pejabat untuk melaksanakan tugas tertentu, termasuk apabila pejabat mengalami
halangan dalam menjalankan tugas. Dengan demikian struktur organi-sasi
perguruan tinggi yang sehat dan efisien juga disebabkan karena keterbukaan
terhadap pelimpahan wewenang, yang memungkinkan tugas-tugas selalu dan terus
menerus dapat dilaksanakan.
5.
RENTANGAN KONTROL
Rentangan kontrol adalah (span of control, span of authority, span
of management, span of super-vision) adalah jumlah terbanyak bawahan langsung
yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang atasan tertentu. Bawahan langsung
adalah sejumlah pejabat yang langsung berkedudukan di bawah seorang atasan
tertentu. Yang dimaksud atasan langsung adalah seorang pejabat yang memimpin
langsung sejumlah bawahan tertentu.
Dari berbagai studi, Sutarto (1988, 159) menyimpulkan bahwa
rentangan kontrol yang baik adalah terbatas, dan jumlah bawahan yang menjadi
pedoman yaitu :
a.
Untuk
satuan utama, jumlah pejabat bawahan langsung sebaiknya berkisar antara 3-10
orang.
b.
Untuk
satuan lanjutan, jumlah pejabat bawahan langsung sebaiknya berkisar antara
10-20 orang. Yang dimaksud satuan utama adalah satuansatuan organisasi yang
berkedudukan langsung di bawah pucuk pimpinan. Sedangkan satuan lanjutan adalah
satuan-satuan organi-saisi yang berkedudukan di bawah satuan utama. Tim
penyusun struktur organisasi perguruan tinggi harus memperhatikan pedoman
rentangan kontrol tersebut, untuk mendapatkan hasil struktur organisasi yang
sehat dan efisien dalam proses pengorga-nisasian perguruan tinggi.
6.
JEJANG ORGANISASI
Sutarto (1988, 161-171) mengatakan jenjang organisasi (hierarchy,
level of management, scalar principle) adalah tingkat-tingkat satuan organisasi
yang di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenan tertentu menurut
kedudukannya dari atas ke bawah dalam fungsi tertentu. Jumlah jenjang
organisasi yang baik adalah sependek mungkin, sebab jenjang organisasi yang
terlalu panjang akan membawa akibat hambatan dan penghamburan. Merupakan
hambatan karena perintah, petunjuk, keputusan dari pucuk pimpinan sampai kepada
para pejabat yang berkedudukan paling bawah akan memakan waktu yang lama,
demi-kian pula sebaliknya laporan, pendapat, dan pertanggungjawaban dari para
bawahan sampai pada pucuk pimpinan akan memakan waktu yan lama.
Berdasarkan jumlah jenjang ini dikenal : struktur organisasi pipih,
struktur organisasi datar, dan struktur organisasi curam. Struktur organisasi
pipih (flat top organization) adalah struktur organisasi yang melaksanakan
jenjang organisasi antara 2-3 tingkat. Struktur organisiasi datar adalah
struktur organisasi yang melaksa-nakan jenjang organisasi sampai dengan 4
tingkat. Sedangkan struktur organisasi curam adalah struktur organisasi yang
melaksanakan jenjang organisasi sampai dengan 5-6 tingkat. Struktur organisasi perguruan
tinggi agar sehat dan efisien harus dibentuk dengan memperhatikan jumlah
jenjang atau tingkatan tersebut. Perguruan tinggi berbentuk akademi,
politeknik, dan sekolah tinggi meng-ambil jenjang organisasi pipih atau datar,
karena volume pekerjaan yang relative terbatas yang mempunyai korelasi positif
dengan pembagian kerja, dan jenjang organisasi. Se-dangkan institut dan
universitas, dapat terjadi memiliki jenjang struk-tur organisasi yang curam,
karena banyak volume pekerjaan dan ba-nyaknya satuan organisasi.
7.
KESATUAN
PERINTAH
Kesatuan perintah (unity of command, one master, responsibility to
one superior) adalah prinsip yang mengajarkan tiap-tiap pejabat dalam
organisasi hendaknya hanya dapat diperintah dan bertanggungjawab kepada seorang
pejabat atasan tertentu. Sebab, “No man can serve two bosses” (Warren Haynes
& Joseph L. Massie), atau “A man cannot serve two master” (Luther Gullick)
(dalam Sutarto, 1988, 171). Oleh karena itu garis-garis saluran perintah dan
tanggung jawab harus dengan jelas menunjukkan dari siapa seorang pejabat
menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung-jawab; harus jelas pula
kepada siapa dia melapor dan dari siapa dia memperoleh laporan. Berkaitan
dengan keinginan menjadikan struktur organisasi perguruan tinggi yang sehat dan
efisien maka tim penyusun struktur organisasi perguruan tinggi harus
memperhatikan dan menerapkan asas kesatuan perintah ini; termasuk dalam
memvisualisasikannya dalam bentuk bagan struktur organisasi perguruan tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam
rangka mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran perguruan tinggi dibutuhkan
struktur organisasi pergu-ruan tinggi yang baik, yaitu struktur yang sehat dan
efisien. Dalam proses membentuk struktur
organisasi perguruan tinggi dengan menjalankan fungsi manajemen yakni
pengorganisasian, tim yang dibentuk harus memperhatikan dan menerapkan berbagai
asasasas organisasi yang terkait yaitu perumusan tujuan dengan jelas, departemenisasi,
pembagian kerja, pelimpahan wewenang, rentangan kontrol, jenjang organisasi,
dan kesatuan perintah. Pelaksanaan asas-asas tersebut dalam proses
pengorganisasian, dapat menghasilkan struktur organisasi perguruan tinggi yang
sehat dan efisien. Dengan cara demikian tim dapat menjadikan struktur
organisasi perguruan tinggi yang sehat dan efisien, yang kemudian diundangkan
oleh penyelenggara perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyah.
(1987). Manajemen Organisasi. Jakarta: Bina Aksara.
Ferrell, O.C,
Geoffrey A. Hirt. Linda Ferrell. (2009). Business A Changing World. New York:
Mc Grow-Hill.
Ferrell, O.C,
Geoffrey A. Hirt. Linda Ferrell. (2009). Business A Changing World. New York:
Mc Graw-Hill Irwin.
Gie, T. L. (2000).
Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Liberty. Hall, R. H. (1991).
Organizations Structure, Processes, and Outcome. New Jersey: Prentice
Hall Inc.
Englewood Cliffs.
Handoko, T.
(1992). Manajemen, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Hasibuan, M.
(2001). Manajemen Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Robbins,
Stephen P., Matthew, Mary. (2009). Organization Theory: Structure, Design and
Applications, 3rd edition. United State: Pearson Education.
Stoner.
(1992). Manajemen Jilid 2 Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.
Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Supardi dan
Syaiful Anwar. (2002). Dasar Dasar Perilaku Organisasi.Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sutarto.
(1988). Dasar Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Komentar