DEFINISI FIQIH AL-LUGHOH
MAKALAH
DEFINISI
FIQIH AL-LUGHOH
Tugas disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Dosen
Pengampu :
Dr. H.
Abdurochman, M.Ed
Dr. M. Kholis Amrullah, M.Pd.i
KELAS A :
Pendidikan Bahasa Arab ( PBA )
Disusun Oleh :
M. Zainal Musthofa
NPM : 2171030015
FAKULTAS TARBIYAH
PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
METRO – LAMPUNG
2022
A.
PENDAHULUAN
Lughoh merupakan bunyi-bunyi yang diungkapakan
oleh setiap kaum untuk mengutarakan tujuan atau maksud sebuah kata, fonemena
yang bersifat social yaitu menghubungkan anggota masyarakat dan setiap
masyarakat memiliki bahasa yang berbeda. Menurut De Sauserrus lughoh adalah
system metalistik yang merupakan dasar berlangsungnya hubungan unsur-unsur
kebahasaan, baik tataran fornologi maupun morfologi walaupun bukan system itu
aja.
B.
PEMBAHASAN
1. Secara Etimologi dan Termenologi Fiqh Al-Lughoh
Pengertian etimologis, fiqh identik dengan al-fahm yang
mempunyai makna pengetahuan atau pemahaman. Sedangkan menurut terminologi, fiqh
merupakan ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang memiliki sifat praktis yang didapatkan dari dalil-dalilnya yang terperenci. Menurut
Abdul Wahab Khallaf dalam bukunya ‘Ilmu Ushul al- fiqh, fiqh merupakan korelasi
hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperenci.
Sedangkan Abu Zahrah dalam bukunya Ushul
al-Fiqh mendefinisikan fiqh sebagai ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang
berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf dan dihasilkan dengan cara
ijtihad dari dalil-dalil yang terperinci Dari beberapa definisi fiqh tersebut di atas,
dapat dipahami bahwa fiqh merupakan hasil daya upaya pemahaman terhadap hukum
syara’ yang bersifat praktis untuk memahaminya diperlukan proses ijtihad.
Lughah (لغة)atau
bahasa berasal dari kata bahasa Arab (لغا - يلغو),
jika seseorang berbicara maka artinya perkataan. Lughah (Bahasa) secara
terminlogi adalah suara yang diungkapkan oleh seseorang untuk menyampaikan
maksudnya.
Pengertian bahasa paling populer sebagaimana yang disimpulkan oleh Abu Al-Fatah
Ibn Jinni yaitu:
اللغة
هيَ الأصْوَاتُ يُعَبّرُ بِها كُلُّ قَوْمِ عنْ أَغْرَاضهم
“Bahasa
adalah bunyi-bunyi yang diungkapkan oleh setiap kaum mengenai maksud (yang
ingin disampaikan) oleh mereka.”
Dalam presepsi fiqih lughoh dibedakan menjadi 2
perbedaan dalam memahami fiqih lughoh, polemic pernah terjadi sekitar istilah
fiqih lughoh dan ilmu lughoh yang mana memiliki perbedaan keduanya. Hingga saai
ini perdebatan antara fiqih lughoh dengan ilmu lughoh masih berlanjut
dikarenakan munculnya istilah dari dunia barat selain istilah linguistics.
Dalam karangan anwar abdul rahman secara
etimologi (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus bahasa Arab
ditemukan bahwa فقة berarti ( pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu)العلم
بالشيء و الفهم له [1]
Singkatnya
kata al-fiqh (الفقھ )=al-’ilm (العلم) dan kata faquha (فقه) = alima (علم .(Hanya saja pada
penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan
demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah.
Pendapat
ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “اللغة علم “memiliki kesamaan dengan istilah “اللغة فقھ “yaitu dari kata “فقھ “dan “علم “yang dapat diartikan
mengetahui atau memahami.2 Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS;
Al-Taubah/9: 122.
" لِیَتَفَقَّھوْا
فِى الدِّیْنِ "أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءًبه
Terjemahnya:
“Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” Dengan begitu fiqih lughoh sama artinya
dengan ilmu lughoh. Kemudian dari segi istilah
(terminologi).
مَنْهج لِلْبَحْثِ
اِسْتِقْرَائِ وَصْفِيٍ یُعْرَفُ به أَصْلُ اللُّغَةِ الَّتِى یُرَادُ دَرْسُبه
وَمَوَاطِنها اْلأَوَّلُ وَفَصِیْلَتها وَعَلاَقَتها بَاللُّغَاتِ اْلمُجَاوَرَةِ أَوِ
اْلبَعِیْدَةِ، وَتَطَوِّرِ
دِلاَلَتها، وَ مَدَى نَمَائها قِرَاءَةً وَكِتَابَةً . الشَّقِیْقَةِ أَوِ اْلأَجَانِبِیَّةِ،
وَخَصَائِصهااوَعُیُوْب
Artinya:
“Suatu metode penelitian yang bersifat deduktif untuk mengetahui asal mula
suatu bahasa yang akan dipelajari, serta tempat mula erkembangnya
suatu bahasa, serta cabang-cabangnya, atau hubungannya dengan bahasa-bahasa
baik yang berdekatan maupun yang berjauhan, serumpun atau asing, beberapa
keistimewaannya baik masalah fonologi, morfologi, sintaksis, unsur dialek suatu
bahasa, perkembangan semantik-nya, dan seberapa jauh pertumbuhannya baik dari segi
bacaan dan tulisan.”[2]
adanya persamaan arti maka definisi secara bahasa pada
bentuk mudhaf dari kedua istilah tersebut mengambarkan bahwa keduanya memiliki
kemiripan dan kesamaan sebagai suatu disiplin ilmu yang membahasa tentang bahasa dari prespektif
tertentu.
J.W.M memberi contoh bahwa apa yang
dikatakan dengan ilmu lughoh dalam bahasa arab sama istilahnya “lingustik “
dalam bahasa inggris[3].
Pada dasarnya ilmu lughoh menjadi sebuah bahasa yang dikomunikasikan secara
lisan sebagai kajian primernya. Dan bahasa yang dikomunikasikan secara tertulis
dikatakan sebagai kajian sekundernya.
Pengertian fiqih lughoh setidaknya bisa memberikan gambaran ilmu
al-lughoh sebagai ilmu pengetahuan yang menjadikan bahasa sebagai kejian dlama
perkembangannya.[4]
Fiqih Al-lughoh dipakai di dunia Arab dalam sebuah tatanan
bahasa mereka, karena sumber objek mereka apa yang dipahami dengan philology
yang dikenal dalam kajian bahasa di barat. Sehingga dalam pengertian yang lebih
mendalam bahwa fiqih al-lughoh atau philology adalah usaha yang dilakukan untuk
menelah bahasa kuno yang di ciptakan dalam decade lama.
Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa istilah fiqh lughah
setelah masa al-Tsa’alibi, tidak lagi digunakan oleh para ulama dalam
kajian-kajian kebahasaan sebagaimana para pendahulunya, seperti Ibn Faris dan
al-Tsa’alibi, akan tetapi model-model kajian mereka lebih mengerucut
dan fokus kepada spesifikasi-spesifikasi tertentu yakni tentang tema-tema atau
topik-topik khusus yang yang ada dalam medan fiqh lughah itu sendiri. Jadi
setelah al-Tsa’alibi hampir-hampir istilah fiqh lughah itu tenggelam dan tidak
pernah muncul lagi dalam karya-karya para ulama selama sekian abad. Pada abad
modern istilah ini muncul lagi dalam khazanah kajian kebahasaan di kalangan
Arab,yakni sekitar abad ke-20, yang dipopulerkan oleh Ali Abd al- Wahid Wafi
dengan menulis buku yang berjudul Fiqh al-Lughah[5]
2.
Fiqih al-Lughah menurut
Arab dan Barat
Berikut
perbedaan pendapat terkait ilmu lighoh menurut arab dan barat.:
a.
Fiqih lughoh menurut arab
1)
Ibnu Faris, Tsa’alabi, dan Ibnu
Jinni walaupun nampaknya mereka mempelajari bahasa sebagai alat, tetapi pada
akhirnya studi mereka diarahkan untuk mengkaji bahasa Alqur’an.
2)
Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab
tidak membahas masalah asal-usul bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat
dalam filologinya
b.
Fiqih lughoh menurut barat.
1)
Filologi lebih cenderung bersifat
komparatif, sedangkan orang Arab dengan fiqh al-lughahnya, tidak pernah
melakukan pembandingan bahasa.
2)
Filologi lebih cenderung membahas
bahasa yang sudah mati, sedangkan fiqh al-lughah tidak pernah membahas bahasa
demikian.
3)
Para filolog mengkaji
dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan orang Arab mengkaji bahasa Alqur’an.
Dari uraian diatas, dijelaskan bahwa fiqih al-lughoh tidak sama
dipelajari di arab dikarenakan ilmu linguistic memiliki karakter :
a. Menjadikan
bahsa menjadikan kajian
b. Mengunakan
metode deskriptif
c. Menganalisa
bahasa melalui empat tatan
d. Bersifat
ilmiah
3.
Objek-objek fiqih al-Lughah
Objek kajian Fiqh Lughah berbeda
dengan Ilmu Lughah. Jika kajian Ilmu Lughah cenderung mengkaji morfologi,
fonem, dan sintaksis, sedangkan Fiqh Lughah mengkaji lafaz (kata) yang
berhubungan dengan morfem, morfologi, sintaksis tersebut, baik yang berhubungan
dengan kata lain, dengan makna, maupun dalam penerapannya.[6]
Secara rincinya akan dikemukakan sebagai berikut :
i.
Hubungan lafaz dengan lafaz (علاقة
اللفظ باللفظ)
1)
Komparasi dengan bahasa Semit (مقارنات سامية)
Komparasi dengan bahasa Semit
memiliki arti bahwa Fiqh Lughah mengkaji secara history tentang
perkembangan bahasa pada abad-abad permulaan. Ketika itu para teolog Yahudi dan
Nasrani merasakan perlunya mengkaji bahasa untuk memahami kitab-kitab suci
mereka.
Pada tahun 1798 M, di mana
terjadinya perkembangan pengkajian bahasa Semit, perhatian terhadap bahasa
mengalami perkembangan pesat sehingga tidak berfokus pada kajian bahasa kitab
suci saja. Kajian terhadap perbandingan bahasa Semit membantu menyingkap
fenomena-fenomena yang terdapat dalam bahasa Arab. Hal ini menyebabkan para
pengkaji bahasa mampu memberikan interpretasi terhadap hal-hal yang masih
dianggap membingungkan. Inilah yang menjadi objek kajian Fiqh Lughah.
2)
Komparasi dengan bahasa Arab (مقارنات عربية)
Pada bagian ini, kajian Fiqh
Lughah akan membahas perbandingan dialek-dialek dalam rumpun bahasa Arab.
Kajiannya tentu tidak berbentuk deskriptif terhadap dialek yang ada, seperti
yang menjadi kajian ilmu nahwu, tetapi berfokus kepada faktor penyebab atau
alasan terjadinya perbedaan dialek pada bahasa Arab itu.
ii.
Hubungan lafaz dengan makna (علاقة
اللفظ بالمعنى)
Hubungan lafaz dengan makna
terbagi menjadi dua bagian. Pertama, makna jaras yaitu makna
yang ditimbulkan dari bunyi. Kedua, makna kata berdasarkan kamus.
1)
Makna bunyi (الجرس)
Seperti yang telah dikemukakan
oleh para linguis, bahwa kajian Fiqh Lughah dalam hal bunyi adalah sekitar
hubungan antara fenomena bunyi kata dan pengaruhnya terhadap kondisi saat bunyi
kata itu terdengar. Kajian bunyi ini terbagi dua, yaitu muhakah dan taklif.
Masing-masing akan dijelaskan dengan rinci.
a)
Muhakah (المحاكة)
Muhakah adalah
bunyi kata yang menunjukkan makna tertentu. Fenomena bahasa ini dikenalkan
pertama kali oleh linguis Ighriq dengan nama ono mato
poeia. Fenomena ini terdapat pada semua bahasa manusia. Sebagian mereka
menyebutnya sebagai perkembangan bahasa yang pertama.
Para linguis menjadikan bahasa sebagai pemberi berita terhadap
suara dalam perkembangannya. Seperti kata-kata: الخرير, الفحيح, atau الحفيف.
Demikian juga dengan kata قطف, قطع, dan قطم.
Kajian terhadap kata-kata ini hanya terhadap kosa katanya, bukan dalam
hal qaidah, yang menjadi objek kajian Ilmu Lughah.
b)
Taklif (التأليف)
Taklif adalah
kajian terhadap susunan atau bangunan kata. Apakah huruf-huruf pembentuk kata
itu dinilai bagus atau tidak. Kata tersebut dinilai berdasarkan kedekatan
makhraj (tempat keluarnya huruf). Seperti مستشزرات dan الهعخ.
2)
Makna Kamus (المعجمي)
Unsur terakhir dalam hubungan bahasa dengan makna dalam Fiqh
Lughah adalah makna yang diperoleh dari kamus. Beragam kamus telah dibuat oleh
para linguis sebagai bentuk perkembangan bahasa. Kelompok kamus tersebut akan
diuraikan berikut ini.
a.
Kamus objek tertentu (معاجم موضوعات خاصة)
1)
Rasail Maudhu’at (رسائل الموضوعات)
Kamus ini memuat kata-kata yang
sering digunakan dalam keseharian, bahkan ada yang mengikutsertakan tarkib dan susunan
kalimat. Kata-katanya memuat objek tertentu, seperti tentang senjata dan
sebagainya. Di antara objek kajian dalam risalah ini adalah
sebagai berikut.
a)
Risalah Lingkungan Arab Gurun, seperti risalah tentang hujan karya Abi
Zaid dan Alashmai, risalah tentang badai karya Abu Hanifah Addainury, risalah
tentang awan dan hujan karya Ibnu Daryad.
b)
Risalah Hewan, seperti risalah penciptaan hewan karya
Alashmai, risalah tentang kuda karya Ibnu Qutaibah, risalah tentang
onta dan kambing karya Alashmai, dan risalah tentang burung
karya Ibnu Abi Hatim.
c)
Risalah Tumbuhan, risalah tentang tumbuhan karya Abu
Hanifah, Alashmai, dan Abu Zaid.
2)
Mutaradif (المترادف)
Mutaradif memiliki
makna yang sejajar dengan sinonim. Kamus sinonim berisi padanan dari kata, di
antaranya terdapat pada kamus Raudhul Makluf Fima Lahu Ismani Ila Uluf karya
Alfayr dan Zubadi
3)
Adhdad (الأضداد)
Adhdad adalah
satu kata memiliki dua makna yang berlawanan Di antara risalah yang
memuat adhad adalah kamus yang dibuat oleh Qithrib, Ibnu
Sakkit, Abu Bakr Alanbary, Abu Barakat bin Alanbary, Atawazi, dan Ashaghani.[7]
4)
Musytarak Lafzy (المشترك اللفظي)
Musytarak lafzy adalah
beragamnya makna sebuah kata. Di antara risalah yang memuat musytarak
lafzy ini dibuat oleh Alashmai dan Ibnu Abi Hatim Assajastani.
5)
Furuq (الفروق)
Al-Furuq merupakan
perbedaan-perbedaan dalam bahasa. Kata berbeda namun memiliki arti yang
berdekatan dan memiliki muatan makna yang berbeda. Tokoh yang telah
membuat risalah al-Furuq adalah Yaqub bin Sakkit
dan Abu Hilal Alasykari.
1)
f) Kamus
sains dan teknologi (معاجم فنية)
Kamus ini baru muncul dan berkembang pada masa belakangan ini.
Di antara contohnya adalah Kasyaf karya Atahanuwi, Tarif karya
Aljurjani, dan Kulliyat karya Abu Baqa Alhusaini.
b.
Kamus Makna (معاجم المعنى)
Kamus ini merupakan kamus yang
disusun berdasarkan susunan makna yang khusus. Berdasarkan urutan makna itulah
disusun kata-kata bahkan tarkibnya. Di antara contoh kamus ini
adalah kitab Alfaz karya Ibnu Sakkit, Tahzib Kitab Alfaz karya
Atabrizi, Alfaz alkitabiyah karya Hamzani, Mabadi Lughah karya Aliskafi, dan
Almukhashash karya Ibnu Sayyiduh.
c.
Kamus Lafaz (معاجم الألفاظ)
Kamus lafaz berbeda dengan kamus
makna. Kamus ini disusun berdasarkan susunan kata kemudian diberi maknanya.
Penyusunan kamus yang satu dengan yang lain terdiri atas beragam metoda.
Setidaknya terdapat dua jenis, yaitu penyusunan secara fonemik berdasarkan
makhraj dan penyusunan berdasarkan huruf hijaiyah.
(1)
Penyusunan secara fonemik
berdasarkan makhraj terdapat pada kamus seperti kamus Al-Ain karya Khalil,
Albari’ karya Alqali, Tahzibul Lughah karya Alazhary, Almuhith karya Shahib Ibn
Ibad.
(2)
Penyusunan berdasarkan huruf
hijaiyah sesuai urutan huruf. Pembagian penyusunannya akan diuraikan berikut
ini.
a)
Susunan kata-katanya beraturan.
Terkadang menggunakan taqlibul huruf seperti pada kamus
Aljamharah karya Ibn Duraid, dan dengan nizham tatabu daury seperti
kamus Maqayis Lughah karya Ibn Faris. Secara rinci terlihat dalam table di
bawah ini.
الحرف |
البدء |
الانتهاء |
ب |
بب |
بأ |
ت |
تت |
تب |
Tabel 1: Kamus dengan susunan
kata-kata yang beraturan
b)
Susunan kata-katanya tidak
berpedoman kepada tertib kata. Jenis kamus ini terdapat dua macam. Pertama,
urutannya berdasarkan huruf awal kata seperti kamus Aljim karya Asyaibani dan
Asasul Balaghah karya Zamakhsyari, Almishbah karya Alfuyumi, serta kamus-kamus
moderen menggunakan susunan ini. Kedua, susunannya berdasarkan huruf terakhir
kata, seperti kamus Diwanul Adab karya Alfarabi dan Lisanul Arab karya Ibn
Manzur.
iii.
Hubungan lafaz dengan penggunaan / penerapan (علاقة اللفظ بالاستعمال)
1.
Gharib (غريب)
Gharib adalah
kosa kata yang jarang atau tidak masyhur penggunaannya dalam keseharian. Kata
tersebut tidak diketahui kecuali setelah melewati kajian tertentu. Ia dapat
didefenisikan juga sebagai kosa kata asli bahasa Arab yang tidak memakai kaidah
bahasa Arab yang masyhur.
Kosa kata yang dipandang gharib ini
ada kalanya diambil dari Alquran, seperti yang terdapat dalam kitab Gharibul
Quran karya Muarij Assudusy dan Gharibul Quran karya Abu Hatim Assajastani. Ada
yang diperoleh dari kitab Hadis Nabi Muhammad SAW, seperti kitab yang dikarang
oleh Abu Ubaidah, Alashmai dan sebagainya.
Terdapat juga kitab yang memuat
kata-kata gharib dari Alquran dan Hadis, seperti pada kitab
Gharibul Quran wa Gharibul Hadis karya Ibn Khurath, Alharwi, dan Almadini.
Disamping itu, ada yang diambil dari kalam orang Arab, seperti pada kitab
Gharibul Mushnif karya Ibn Salam, Gharibul Lughah dan Kitab Gharibul Lughah wa
Musykilul Quran karya Ibn Qutaibah.
2.
Dakhil (دخيل)
Dakhil dalam
definisi para linguis memiliki dua jenis, yaitu muarrab dan muwallad. Adapun
perbedaan dari dua jenis ini hanya sekitar waktu saja. Mana yang lebih dahulu
dan mana yang terjadi baru-baru ini. Meskipun pada hakikatnya memiliki
pengertian yang sama. Dua jenis itu akan dijelaskan berikut ini.
a)
Muarrab (معرب)
Muarrab dalam
istilah Bahasa Indonesia sejajar dengan serapan. Muarrab adalah
proses menyerap kata asing dengan cara adaptasi berdasarkan aturan bahasa Arab
dan kebiasaan tutur kata orang Arab atau dengan cara adaptasi dari segi tashrif.
Sebagian linguis Arab ada yang
tidak setuju dengan adanya serapan dalam bahasa Arab. Alasan mereka adalah
bahwa serapan menunjukkan ketidakmurnian bahasa. Akan tetapi, mayoritas linguis
telah sepakat bahwa terjadinya serapan sebagai bentuk kedinamisan sebuah
bahasa.
Di antara buktinya adalah bahwa
dalam Alquran sendiri terdapat kata serapan dari bahasa lain. Ketika Alquran
diturunkan maka kata-kata itu menjadi bahasa Arab, seperti kata الصراط, السندس, الاستبرق, القنطار, الدينار, dan sebagainya.
b)
Muwallad (مولد)
Muwallad merupakan sisi
lain dari muarrab. Pola muwallad ini baru muncul
pada Dinasti Abasiyah. Hal ini terjadi saat terjadinya penerjemahan
besar-besaran terhadap buku-buku asing. Para penerjemah telah berupaya membuat
padanan huruf yang tidak ditemukan dalam bahasa Arab yang mendekati fonem Arab.
Di antara huruf yang tidak
terdapat dalam bahasa Arab adalah huruf C yang ditulis dengan huruf ق, contoh: موسيقي (music),
dan huruf V yang ditulis dengan huruf ب atau و, seperti الأوستا (vista).
Akan tetapi, bagaimanapun juga hal ini tidak bisa dijadikan patokan, sebab Fiqh
Lughah tidak berfokus pada kaidah-kaidah.
Sebagai bukti, kita dapat menemukan serapan secara adopsi
langsung dari bahasa asing yang menyalahi kaidah tashrif seperti التلفزيون (televisi).
Dari penjelasan ini dapat
dipahami pembeda antara muarrab dengan muwallad. Jika
para pendahulu mengadakan muarrab --menyerap bahasa asing tetapi
disesuaikan dengan kaidah bahasa Arab-- untuk kemurnian bahasa, maka para
linguis moderen melakukan muwallad --memberikan kebebasan
dalam penyerapan bahasa asing-tanpa terpaku kepada kaidah bahasa Arab
(serapan-adopsi) untuk kepentingan keilmuan.
Di antara kitab yang mengkaji
tentang fenomena serapan ini adalah Kitab Ma Warada fil Quran min Lughatil
Qabail karya Ibn Salam Aljumha, Kitab Qasdu Sabil fima fil Arabiyah minad
Dakhil karya Dimasyqi, dan Almuarrab min Alfazil Quranil Karim karya Syekh
Hamzah Fathullah.
3.
Maudhu’ (موضوع)
Dalam hal ini, ada beragam
pertanyaan muncul dalam benak kita tentang Fiqh Lughah. Di antaranya adalah
kenapa kita juga membahas tentang musytaq, murtajal, manhut,
mulhaq, dan ma’dul dalam Fiqh Lughah, di mana sudah
kita pelajari pada nahwu dan atau ushul nahwi. Apa perbedaan kajian pada kedua
disiplin ilmu ini dan sebagainya.
Jawaban dari semua pertanyaan itu
adalah bahwa kajian Fiqh Lughah terbatas pada penerapan dari semua istilah di
atas. Lebih rinci akan kita temukan dalam penjelasan di bawah ini.
1)
Musytaq (مشتق)
Musytaq merupakan
proses membuat sebuah kata yang diambil dari satu kata lain atau lebih yang
sesuai lafaz dan maknanya. Seperti kata طالب yang
berasal dari kata طلب. Kajian Fiqh Lughah
tidak sekedar mencari apa asal dari kata itu serta kaidah-kaidahnya, seperti
yang dibahas dalam ranah Ilmu Lughah. Akan tetapi lebih mengkaji dan mengamati
kepada jenis dan perbedaan makna yang ditimbulkan oleh perbedaan bentuk kata turunan
tersebut.
2)
Manhut (منحوت)
Manhut adalah
sebuah kata yang diambil dari dua kata lain atau lebih. Kata ini menjadi
istilah tertentu. Di antara contoh manhut ini adalah البسملة yang berasal dari kata بسم الله.
3)
Murtajal (مرتجل)
Murtajal adalah sebuah istilah
baru yang muncul dari seorang yang terpandang dan tinggi tingkat kafasihannya,
dimana belum pernah ada istilah tersebut sebelumnya.
4)
Mulhaq (ملحق)
Mulhaq adalah
menambah huruf dalam sebuah kata kemudian ditasrif berdasarkan kaidah asalnya.
Seperti ب, ل, ج,
menjadi جلبب.
5)
Ma’dul (معدول)
Fenomena ma’dul telah
masyhur pada bahasa Arab. Wazan kata terdapat dalam tasrif,
namun ia tidak bisa ditasrif. Seperti kata عمر.
6)
Majaz (مجاز)
Seperti yang kita kenal
bahwa majaz merupakan kajian Ilmu Balaghah. Pertanyaannya,
kenapa terdapat dalam objek kajian Fiqh Lughah? Jawabannya adalah karena majaz berhubungan
dengan lafaz dan kaitannya dengan penerapan bahasa.
Menurut Ali Abd al-Wahid Wafi
dalam bukunya ilm al-Lughah mengatkan bahwa lapangan pembahasan ilmu
bahasa itu meliputi paling tidak tujuh hal sebagai berikut :[8]
1. Pembahasan
mengenai kemunculaan/asal bahasa manusia نشأة
اللغة atau اصل اللغة atau
(the origin of language/origine du langage).
2. Pembahasan
mengenai kelangsungan hidup bahasa atau dikenal dengan istilah حياة اللغة atau (the life of language/ vie du
langage)
3. Pembahsan
bunyi bahasa علم الاصوات atau phonetic
4. Pembahasan
mengenai makna atau meaning علم الدلالة \علم معنى atau
yang dikenal juga dengan sebutan ilmu semantic. Pembahasan tentang makna ini
terkait dengan beberapa pembahasan seperti :
a. Pembahasan
mengenai makna kata (al-kalimat) atau lexicology atau dalam bahasa arab disebut
ilmu al-mufradat
b. Pembahasan
mengenai derivasi dan infleksi kata (اشتقاق الكلمات
وتصريفها) atau juga dikenal dengan morfologi dan di dalam bahasa arab
disebut علم البنية
c. Pembahasan
mengenai pembagian kata (seperti pembagiannya dalam isim, fiil dan huruf dan
seterusnya dalam bahsa arab) serta fungsinya dalam makna. Ilmu ini dikenal
dengan syntaxe atau atau علم التنظيم,
gabungan dari dua ilmu ini yakni علم البنية dan علم التنظيم inilah yang dikenal dengan sebutan
grammer (al-Qawaid).
d. Pembahasan
mengenai gaya bahasa dan perbedaan-perbedaannya seperti gaya bahasa syair,
bahasa prosa, bahasa monolog, bahasa dialog, bahasa drama dan lain sebagainya.
Ilmu ini dikenal dengan sebutan ilmu stylik dalam bahasa
arab disebut dengan علم الاسلوب .
1.
Pembahasan mengenai asal kata
dalam satu bahasa tertentu. Ilmu ini dikenal dengan sebutan etymologi
atau اصول الكلمات
2.
Pembahasan mengenai
kemasyarakatan yang menjelaskan hubungan bahasa dengan kehidupan social
masyarakat serta pengaruh masyarakat, peradabannya, sistem-sistemnya,
sejarahnya, lingkungannya, geografinya, dan sebagainya di dalam fenomena
kebahasaan. Ilmu ini disebut dengan Sosio- linguistic (علم الاجتماع اللغوى)
3.
Pembahasan mengenai kejiwaan yang
mengkaji kaitan antara fenomena bahasa dengan fenomena kejiwaan. Ilmu ini
dikenal dengan sebutan psycho-linguistik (علم النفس
اللغوى).
Nampaknya di dalam kitab-kitab
fiqh al-lughah objek yang dikaji tidaklah sama persis. Namun kita bisa bisa
mengatakan bahwa inti dari objek-objek yang dikaji dalam fiqh al-lughah adalah
bahasa. Dan pengkajian bahasa dalam fiqh al-lughah lebih luas dibanding
dengan ilm al-lughah. Ini bisa kita lihat dari Kitab Ibnu Faris dan
Tsa’labi yang analisisnya mengacu pada masalah kata-kata Arab. Maka objek fiqh
al-lughah menurut mereka berdua adalah identifikasi kata-kata Arab dan
makna-maknanya, klasifikasi kata-kata ini dalam topik-topik, dan kajian-kajian
yang berkaitan dengan hal itu.
Melihat dari berbagai sumber yang
dikaji, penulis bisa memetakan bahwa ruang lingkup dalam fiqh al-lughah adalah
apa-apa yang ada dibalik bahasa, segala aspek budaya dan sastra (struktur
internal dan eksternal bahasa), atau dapat dikatakan bahwa yang kita pelajari
adalah apa-apa yang menjadi tulang rusuk dan otak suatu bahasa. Diantaranya
kosa kata, perubahan makna, perbandingan bahasa arab dengan bahasa yang
serumpun, perbedaan dialek-dialek arab, bunyi-bunyi pengucapan bahasa Arab dll.
4.
Tujuan, urgensi dan manfaat fiqih
al-lughah
a.
Tujuan dan urgensi Fiqih
Al-Lughoh
Tujuan
dan urgensi dari ilmu lughoh yaitu :
·
Mengkaji bahasa sebagai
suatu sarana atau alat untuk mempelajari budaya dan peradaban kesusasteraan
·
Mencakup pembahasan seluruh
terkain bahasa
·
Ia termasuk dalam ilmu-ilmu
yang patut dikaji meskipun tidak sampai mendalami.
·
Mengagumi salah satu
ciptaan tuhan. Mengkaji fonemik bahasa-sebagai contohadalah alat suara yang
terhitung sebagai salah satu tanda kebesaran ilahi.
·
Menjaga kebenaran
berbahasa. Mempelajari alat-alat ucap manusia sekaligus karakteristiknya
merupakan sesuatu yang penting untuk bisa berbicara dengan benar.
·
Memulyakan BA Kajian BA
merupakan kajian ilmiah yang bisa membuat kita menemukan keistimewaannya dan
rahasia-rahasia keindahannya
·
Menyikapi hal-hal yang
berlainan dengan kaidah berbahasa Arab yang umum Lupa susunannya karena sulit,
jumud, menulis dengan huruf-huruf baru, memanggil dengan tidak memakai
kaidah-kaidah arab, dan faktor-faktor lain yang bersebrangan dengan kaidah asal
bahasa arab.
·
Menghormati warisan leluhur
·
Menutup kebutuhan dan
mengup date perkembangan Dengan mengetahui secara detil sebuah bahasa dan juga
dilalahnya, akan menutup kebutuhan pengetahuan seperti pengetahuan akan
bahasa-bahasa, akhlak maupun istilah-istilah baru dari negeri-negeri lain.
·
Mensupport ilmu-ilmu yang
lain. Fiqh al lughah mempunyai korelasi dengan beberapa ilmu lain.
b.
Manfaat Fiqih Al-Lughoh
Dalam kitab fiqh al-lughah al arabiyah karya Uril Bahrudin (UIN
Malang) tertuliskan bahwa tidak ada keragu-raguan untuk mempelajari fiqh
al-lughah. Karena dengan mempelajarinya kita bisa:
1)
Mengetahui sejarah bahasa Arab
2)
Mengetahui pengucapan bahasa Arab
dengan benar
3)
Memaksimalkan kemajuan bahasa
Arab serta kebanggaannya
4)
d. Mempermudah
kita dalam mengkaji ilmu-ilmu pengetahuan lain, karena fiqh
al- lughah merupakan jembatan bagi ilmu lain
5)
Mengisi kebutuhan serta mengikuti
perkembangan.
Manfa’at lain dari
mempelajari fiqh al-lughah bisa mempermudah kita dalam mempelajari bahasa Arab
karena kajian dalam fiqh lughah adalah bahasa Arab, yang tidak lain kita
tujukan pada pemahaman bahasa al- Qur’an. Yang dengan itu kita bisa memahami
bahasa al-Qur’an dengan berbagai versi dialeknya serta parole al- Qur’an.
Karena seperti telah kita ketahui bahwa sumber segala ilmu pengetahuan berasal
dari al-Qur’an.[9]
5. Defenisi lughah dan lahjah
Lughoh merupakan
kata yang ada pada bahasa arab yang mempunyai arti Bahasa, secara kosakata
bahasa arab disebut Al-Lughoh dalam bahasa latin disebut dengan Lingua, bahas
arab merupakan bentuk indivint. Dalam bahasa arab yaitu masdar dari kata
(sawazan) dan mempunyai arti arti ucapan atau bunyi suara, dengan demikian
pengertian lughoh secara epistimologi, selain itu menurut terminology yaitu
merupakan alat yang dipakai oleh masyarakat yang mana bahasa bukan memiliki
arti hanya sekedar bunyi atau mengungkapkan tentang apa saja.
Sedagkan lahjah
6. Perbedaan antara lughah dan lahjah
Dialek (dari bahasa
Yunani διάλεκτος, dialektos), adalah
varian-varian sebuah bahasa yang sama. Varian-varian ini berbeda satu sama
lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga belum
pantas disebut bahasa-bahasa yang berbeda. Biasanya pemerian
dialek adalah berdasarkan geografi, namun bisa berdasarkan faktor lain,
misalkan faktor sosial. Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata
bahasa, dan pengucapan.
Dialek (اللهجات
) menurut para ahli bahasa Arab adalah bahasa dan huruf yang digunakan oleh
sekelompok orang dalam rumpun tertentu yang menyebabkan adanya perbedaan ucapan
bahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya.[10]
7. Faktor-faktor munculnya lahjah (dialek)
alam kehidupan masyarakat secara inhern tentu
memiliki adat istiadat, budaya, pemikiran, dan rasa yang berbeda-beda.
Masyarakat Arab Mesir tentu memiliki kebiasaan-kebiasan dan warna budaya yang
berbeda dengan masyarakat Arab Yaman, Saudi, Iran, Irak, Oman, dan sebagainya.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa faktor psikososial sangat menentukan
perbedaan lahjah. Perbedaan seperti ini menjadikan aneka ragam dialek Arab.
Perubahan sosial kebudayaan yang terjadi di
wilayah tertentu akan mempengaruhi karakteristik bahasa yang digunakan. Bahasa
merupakan bagian dari budaya, maka dalam pendekatan sosiolinguistik, perubahan
budaya ini secara langsung akan mempengaruhi penggunaan bahasa, dan di sisi
lain perubahan yang terjadi pada bahasa merupakan respon bagi perubahan sosial
budaya itu. Setelah revolusi Mesir tahun 1952 dan setelah masa kemerdekaan
bangsa-bangsa arab dari kolonialisme, bahasa Arab mengalami perubahan yang
diakibatkan perubahan sosial tersebut.
Pada tataran lahjah, perbedaan secara
fisiologis ini juga merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perbedaan lahjah
Arabiyah, baik secara personal maupun sosiokultural. Kata qahwah, bagi orang
Mesir dibaca gahwah (qaf dibaca ga), sedangkan orang Arab Saudi membaca ahwah
(qaf dibaca hamzah).
C.
PENUTUP
Sejarah adanya Fiqh Al-L ughah dimulai sejak era Jahiliyah
namun belum terkonsep secara sistematis. Ia baru menjadi ilmu yang ilmiah
dengan adanya beberapa karangan ulama-ulama yang mengkonsentrasikan dirinya
dalam bidang bahasa, baik itu dijelaskan hanya dari segi konsep atau materi .
Beberapa di antaranya dapat kita jumpai dalam kitab Shohibi, k hoshois, dan
Fiqh Al-L ughah. Ilmu ini kian berkembang dengan turut hadirnya orientalis yang
mengilhami konsep pemikiran ulama bahasa muslim. Akhirnya, ilmu Fiqh Al-Lughah
menjadi sempurna seperti sekarang.
Dalam pengertian awam, Fiqh Al-L ughah diartikan sebagai
ilmu yang mendalami BA. Namun, pada dasarnya ia adalah ilmu yang mengkaji BA
hampir dari asal usul sampai dengan perkembangannya sekarang. Jadi, ia lebih
komprehensif daripada ilmu BA yang lain. Selain itu, ia lebih spesifik mengkaji
masalah cabang (far’). Kedudukannya dalam pemetaan ilmu-ilmu BA sangat urgen.
Dalam kajian ilmu BA klasik, ia disandingkan dengan ‘asl dan diposisikan
sebagai far’. Dalam ilmu BA modern ia dimasukkan dalam jajaran filologi,
sastra, dan linguistik. Manfaat Fiqh Al-L ughah dalam ilmu-ilmu BA sangat luas.
Dengannya, pengkajian Alqur’an, materi BA, maupun teks-teks keilmuan BA lebih
terarah dan efektif. Selain itu, pelajar bisa mengetahui gaya peradaban bangsa
Arab sebagai tuan rumahnya BA. Oleh karena itu, sebaiknya institusi pendidikan
BA selain mengajarkan pengetahuan tentang nama dan sifat-sifat benda, juga
mengajarkan pengetahuan cabang yang bisa memberikan tambahan wawasan kebahasa Araban
meskipun sedikit. Minimal, jika pelajar melanjutkan studi ke perguruan tinggi
ia tidak sak lek terhadap satu kaidah dan kaget dengan kaidah BA yang baru. Di
sinilah, dibutuhkan tenaga pengajar BA yang berpengalaman dan tidak merasa puas
hanya karena ia sudah menguasai ilmu Nahwu Sharaf.
Dialek (dari bahasa Yunani διάλεκτος,
dialektos), adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama. Dialek (اللهجات ) menurut para ahli bahasa Arab adalah
bahasa dan huruf yang digunakan oleh sekelompok orang dalam rumpun tertentu
yang menyebabkan adanya perbedaan ucapan bahkan bacaan antara satu dengan yang
lainnya. Faktor psikososial sangat menentukan perbedaan lahjah. Perubahan
sosial kebudayaan yang terjadi di wilayah tertentu akan mempengaruhi
karakteristik bahasa yang digunakan.
[1]
mel Badiy’ Ya’cub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wa Khashaishuha, (Beirut, Dar
al-Tsaqafah al- Islamiyah, t.th). h. 28.
[2] Shubhi
al-Shalih, Dirasat fi Fikh al-Lughah, (Cet. II; Beirut: al- Maktabah
al-Ahliyah, 1962 M/ 1382 H), h. 6.
[3] J. W. M.
Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Cet. II, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1999), h. 7.
[4] peter
Matthews, The Concise Oxford Dictionary of Linguistics (Oxford:Oxford
University Press, 1995), h. 63.
[5] Ali Abd
al-Wahid Wafi, Fiqh al-Lughah,(Kairo : Dar al-Nahdah Mishr li
Thab’i wa al-Nasyr, 1945), h. 4
[6] Tamam Hasan,op.cit,h.
248
[7] Muhammad bin
Ibrahim Alhamd. Fiqh Lughah. (Riyadh: Dar Ibn Khuzaimah, 2005)
h.187
[8] Ali Abd
al-Wahid Wafi, op.cit,h. 6-13
[9] Uril
Bahruddin, fiqh al-lughoh al arabiyah,(Malang: UIN-Malang
Press), h. 40
[10] Dikutip
dari artikel Dialek Bahasa Arab oleh Fikar, didownload dari
internet pada tanggal 13 Desember 2009, pukul 19.49.
Komentar