HADIS TEMATIK PESERTA DIDIK
NAMA:
M. ZAINAL MUSTHOFA
HADIS
TEMATIK PESERTA DIDIK
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Peserta didik
merupakan raw material atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Dalam membicarakan peserta
didik, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh pendidik yaitu: (1)
potensi peserta didik, (2) kebutuhan peserta didik, dan (3) sifat-sifat peserta
didik.
Peserta didik
dalam arti luas adalah setiap orang yang berkaitan dengan proses pendidikan
sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar
di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik Usia SD/MI adalah semua
anak yang berada pada rentang usia 6 sampai 12 atau 13 tahun. Peserta didik
adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses
dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, peserta
didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: 1. Pendekatan
sosial. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk
menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, dia
berada dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang
lebih
luas. Peserta didik perlu disiapkan agar pada waktunya
mampu melaksanakan perannya dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri di
masyarakat. Kehidupan bermasyarakat itu dimulai dari lingkungan keluarga dan
dilanjutkan di dalam lingkungan sekolah. Dalam konteks inilah, peserta didik
melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, guru-guru, dan masyarakat yang
berhubungan dengan sekolah. Dalam situasi inilah nilai-nilai sosial yang
terbaik dapat ditanamkan secara bertahap melalui proses pembelajaran dan
pengalaman langsung. 2. Pendekatan
psikologis.
Peserta didik
adalah suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Peserta didik
memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti: bakat, minat, kebutuhan,
sosial-emosional-personal, dan kemampuan jasmaniah. Potens itu perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sehingga
terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. Perkembangan
menggambarkan perubahan kualitas dan kemampuan dalam diri seseorang, yakni
adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan
itu bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan intelegensi, sosial, emosional,
spiritual, yang saling berhubungan satu dengan lainnya. 3. Pendekatan edukatif/pedagogis. Pendekatan
pendidikan menempatkan peserta didik sebagai unsur penting, yang memiliki hak
dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu.
Dalam bahasa Arab dikenal juga istilah yang sering
digunakan untuk menunjukkan pada anak didik. Istilah tersebut adalah murid yang
secara harfiah berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu,
tilmiz| yang berarti murid, dan tlib al - ilm yang menuntut ilmu, pelajar.
Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu kepada seorang yang tengah menempuh
pendidikan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
ciri-ciri siswa atau peserta didik adalah sebagai orang yang tengah memerlukan
pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan.[1]
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan diperlukan hubungan kerja sama antara
pendidik dan peserta didik, sebaik apapun upaya seorang guru dalam menanamkan
pengetahuan, namun jika tidak ada kesanggupan, kesiapan dari peserta didik maka
proses pembelajaran sulit untuk mencapai kata berhasil. Menurut al-Gazali ilmu
pendidikan Islam mengungkapkan tugas peserta didik antara lain yaitu :Mensucikan
diri dari akhlak dan sifat tercela, Keikhlasan menjadi seorang murid untuk
belajar kepada seorang guru,Memiliki tanggung jawab untuk berkonsentrasi dan
serius dalam belajar,Tidak memiliki sifat sombong kepada guru dan ilmu ,Tidak
mempelajari suatu ilmu secara keseluruhan sekaligus. Mempelajari suatu ilmu
dari yang mudah kemudian yang susah,Mempelajari ilmu disesuaikan dengan
kebutuhan, tingkat, tahap perkembangan murid.
Mengetahui kedudukan ilmu terhadap tujuan agar tidak
mendahulukan ilmu yang tidak penting atas ilmu yang penting.1 Demikian
pentingnya seorang peserta didik, maka begitu banyak hadis-hadis yang berkenaan
dengan keutamaan, karakteristik serta syarat yang dimiliki peserta didik.
Hadis-hadis tersebut akan diuraikan dalam makalah ini. oleh karena itu kajian
tentang hadist tematik tentang peserta didik sangat penting di lakukan kajian
secara mendalam. penulisan makalah ini menjadi penting dilakukan guna untuk
menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang hadist tematik peserta didik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka di pandang
perlu adanya rumusan masalah yang jelas agar pembahasan dan tujuan penulisan
makalah ini bisa memberikan hasil sesuai dengan tema pembahasan. jadi, yang
menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. bagaimana
konsep peserta didik dalam Islam
2. bagaiman
keutamaan peserta didik dalam hadis
3. bagaimana
adab menjadi peserta didik
4. bagaimana
karakteristik peserta didik dalam hadis
5. urgensi
pengetahuan perserta didik
C.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan merupakan sesuatu yang harus adalam penulisan karya ilmiah atau
makalah, maka dari itu penulisan makalah ini mempunyai tujuan yaitu:
1. Untuk
mengetahui tentang bagaimana konsep peserta didik dalam Islam
2. Untuk
mengetahui bagaiman keutamaan peserta didik dalam hadis
3. Untuk
mengetahui bagaimana adab menjadi peserta didik
4. Untuk
mengetahui bagaimana karakteristik peserta didik dalam hadis
5. Untuk
mengetahui urgensi pengetahuan perserta didik
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hadist
Hadits berasal dari bahasa Arab kemudian ditransliterasikan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan tulisan. Hadis adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Nabi Muhammad
SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua
pada tingkatansumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti
perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti
melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Nabi Muhammad
SAW. [2]
Namun, pada
saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan
sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata
hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata
benda Termasuk dalam kategori hadits adalah atsar, yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan juga taqrir, yaitu
keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau
menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di
hadapan beliau.
Hadis yang
disampaikan Nabi kepada para sahabat melalui beberapa cara, menurut Muhammad
Mustafa Azami ada tiga cara, yaitu: Pertama, menyampaikan hadis dengan
kata-kata. Rasul banyak mengadakan pengajaran-pengajaran kepada sahabat, dan
bahkan dalam rangka untuk memudahkan pemahaman dan daya ingat para sahabat,
Nabi mengulang-ulang perkataannya sampai tiga kali. Kedua, menyampaikan hadis melalui
media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis. Hal
ini menyangkut seluruh surat Nabi yang ditujukan kepada para raja, penguasa,
gubernur-gubernur muslim. Beberapa surat tersebut berisi tentang ketetapan
hukum Islam, seperti ketentuan tentang zakat dan tata cara peribadatan. Ketiga,
menyampaikan hadis dengan mempraktek secara langsung di depan para sahabat,
misalnya ketika beliau mengajarkan cara berwudhu, shalat, puasa, menunaikan
ibadah haji dan sebagainya.4 Pada masa Nabi SAW, hadis tidak ditulis secara
resmi sebagaimana al-Qur’an, hal ini dikarenakan adanya larangan dari Nabi.
B. Pengertian
Hadits Tematik
Hadis Tematik
atau dalam bahasa arab yaitu “Maudu’i”. Secara bahasa berasal dari kata
“maudu’un” ( ) موضوع yang merupaka isim
maf’ul dari kata wada’a yang berarti
masalah atau pokok permasalahan.dan secara etimologi, kata “maudu’i” berarti
meletakkan sesuatu atau merendahkannya, sehingga kata tersebut merupakan lawan
kata dari “al-Raf’u” (mengangkat).[3]
Maka, yang di maksud tematik atau maudu’i ialah mengumpulkan hadis-hadis yang
terpecah-pecah dalam kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik tertentu
kemudian disusun dengan sebab-sebab munculnya atau dan pemahamannya dengan
penjelasan dan pengkajian dalam masalah tertentu. metode ini sebenarnya hampir
sama dengan metode tafsir tematik (al-tafsir almaudhu’i) yaitu salah satu cara
yang digunakan untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an. hanya saja dalam metode hadis
tematik seseorang harus menyeleksi kualitas hadis terlebih dahulu apakah ia
hadis shahih atau tidak. Sedangkan dalam metode tafsir tematik hal itu tidak
diperlukan karena al-Quran sudah pasti kebenarannya.
Metode
ini perlu dilakukan karena mengingat Nabi Muhammad terkadang menyampaikan
perkataannya kepada beberapa orang sahabat yang tidak disampaikan kepada
sahabat yang lain, terkadang pula sebuah hadis dalam riwayat yang satu (jalur
sanad) berbeda dengan riwayat yang kedua. Begitu pula terdapat banyak riwayat
hadis yang kadang-kadang disampaikan secara ringkas sedangkan dalam satu
riwayat sedangkan dalam riwayat yang lain disampaikan dengan panjang lebar
padahal ia satu tema. Imam Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) pernah menjelaskan,
“sebagian perawi hadis ada yang meringkas hadis. Oleh karennya, setiap orang
yang berbicara tentang hadis maka hendaklah baginya untuk mengumpulkan seluruh
jalur periwayatannya (sanad) kemudian mengumpulkan lafaz-lafaz matannya, jika
sanad-sanad hadis tersebut dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya, maka ia
kemudian menjelaskannya bahwa itu sebenarnya adalah satu hadis yang sama.
Karena pada dasarnya yang lebih berhak untuk menjelaskan maksud sebuah hadis
adalah hadis itu sendiri”.
Selain
itu di dalam hadis nabi banyak ditemukan redaksi yang bersifat umum sedangkan
dalam riwayat yang lain dengan topik yang sama bersifat khusus. Maka dalam
kasus seperti ini hadis yang bersifat umum tersebut harus dipahami secara
khusus. Sama halnya ketika terdapat hadis dengan redaksi yang bersifat muthlaq
(pengertian luas), muqayyad (pengertian terbatas), mujmal (global), mubayyin
(penjelas) pada topik hadis yang sama
C.
Konsep Peserta Didik Dalam Islam
Dalam Bahasa Indonesia ada tiga
sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik, dan peserta didik Pertama sebutan
murid bersifat umum, sama umumnya dengan sebutan anak didik dan peserta didik.
Istilah murid kelihatannya khas pengaruh agama Islam. Di dalam Islam
istilah ini diperkenalkan oleh shufi. Istilah murid dalam tasawuf
mengandung pengertian orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang
berjalan menuju Tuhan. Yang paling menonjol dalam istilah itu ialah kepatuhan
murid kepada guru (mursyid)-nya. Arti patuh di sini ialah tidak
membantah sama sekali. Hubungan guru (mursyid)) dengan murid adalah
hubungan searah. Pengajaran berlangsung dari subjek (mursyid)) ke objek
(murid). Dalam ilmu pendidikan hal ini disebut dengan pengajaran berpusan pada
guru. Kedua sebutan anak didik mengandung pengertian guru menyayangi
murid seperti anaknya sendiri. Faktor kasih sayang guru terhadap anak didik
dianggap salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Dalam sebutan anak didik
pengajaran masiih berpusat pada guru. Ketiga sebutan peserta didik
adalah sebutan yang paling mutakhir. Istilah ini menekannkan pentingnya murid
berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dalam sebutan ini aktivitas pelajar
dalam proses pendidikan dianggap salah satu kata kunci.
Dalam
pendidikan Islam peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, baik
secara fisik, psikologis, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan
di akherat kelak. Didefinisi ini membri arti bahwa peserta didik merupakan
individu yang belum dewasa, yang karenanya mwmrelukan orangb lain untuk
menjadikan dirinya dewasa. Dalam istilah lain anak kandung merupakan peserta
didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik disekolah, anak-anak penduduk
adalah peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta
didik ruhaniawan dalam suatu agama.[4]
Dalam istilah
tasawuf, peserta didik sering kali dengan “murid” atau thalib. Secara
etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut
artiterminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan
seorang pembimbing spiritual {mursyid}”. Sedangkan thalib dalam bahasa
berarti “orang yang mencari”, sedang menurut istilah tasawuf adalah “penempuh
jalan spiritual, yang berusaha keeras menempuh dirinya untuk mencapai derajat
sufi”. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada
sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara sementara untuk perguruan tinggi
lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib)
Istilah murid
atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan
siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara
sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini meunjukan
bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta
didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik.
Dasar-dasar
kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan
dari orang tuanya. Dasar-dasar kodrati ini dapat dimengerti dari
kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya,
dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih
jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan, antara lain : Aspek
Paedogogis Dalam aspek ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal
educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat
dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan
binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara
dasar. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan
dikembangkan kearah yang diciptakan. Aspek Sosiologi dan Kultural
Menurut ahli sosiologi, pada perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhluk
yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat, Aspek Tauhid,
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah
makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang
percaya adanya tuhan) atau disebut juga homoriligius (makhluk yang beragama).
a.
Karakteristik Peserta Didik
Dalam
proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami
hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan. Kesalahan dalam
memahami hakikat peserta didik menjadikan kegagalan dalam proses pendidikan.
Dengan demikian disini dijelaskan karakteristik peserta didik yaitu sebagai
berikut:
1.
Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga
metode belajar mengajar tidak boleh disamakan oleh orang dewasa.
2.
Peserta didik mempunyai kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal
mungkin
3.
Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain,
baik perbedaan dari faktor endogen (fitrah) maupun eksogen (lingkungan) yang
meliputi segi jasmani, entegensi, sosia, bakat, minat, dan lingkungan
mempengaruhinya.
4.
Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia
5.
Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang
dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
6.
Peserta didik mengikuti periode-periodde perkembangan tertentu dan mempunyai
pola perkembangan serta tempo dan iramanya.
D.
Adab Peserta Didik Dalam Hadis
a. hakikat
adab
Secara etimologis, adab adalah istilah bahasa arab yang
artinya adat istiadat; ia menunjukkan suatu kebiasaan, etiket, pola perilaku
yang ditiru dari orang-orang yang dianggap sebagai model[5].
Kata adab berasal dari kata artinya
sesuatu yang bagus sekali, atau persiapan,pesta. “adab dalam pengertian ini
sama dengan kata latin urbanitas, kesopanan, sopan santun, kehalusan budi
bahasa dari orang-orang kota, kebalikan dari kekerasan orang badui. Jadi adab
artinya akhlak yang baik Adab juga
bermakna pendidikan Secara terminologi adab adalah kebiasaan dan aturan tingkah
laku praktis yang mempunyai muatan nilai baik yang diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya Menurut syed Muhammad AnNaquib Al-attas dalam Abd. Haris Adab adalah ilmu tentang
tujuan mencari pengetahuan, Sedangkan tujuan mencari pengetahuan dalam Islam
ialah menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai
pribadi. Demikian halnya menurut Marwan
Ibrahim Al-KaysiAdab adalah perilaku baik yang diambil dari Islam, berasal dari
ajaran-ajaran dan perintahperintahnya. Senada dengan hal itu AlJurjani
mengemukakan bahwa adab merupakan pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang
yang beradab dari kesalahan-kesalahan. Adab adalah refleksi ideal-ideal mulia
yang harus mengimpormasikan praktik
keahlian .Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa adab adalah
kebiasaan dan aturan tingkah laku praktis yang mempunyai muatan nilai baik yang
diambil dari Islam, berasal dari ajaran-ajaran dan perintahperintahnya, serta
menanamkan kebaikan dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai
pribadi.
E.
PESERTA DIDIK DALAM HADIS
Peserta
didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok yang menjalankan kegiatan
pendidikan. Peserta didikmerupakan unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan
interaksi edukatif, ia sebagai objek sekaligus sebagai subjek pendidikan. Dalam
undang-undang Nomor 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi
yang menempati posisi sentral, karena peserta didiklah yang menjadi pokok persoalan dan sebagai
tumpuan perhatian untukdiarahkan menuju suatu tujuan.
Oleh
karena itu untuk membentuk peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang
diharapkan, maka pendidikan harus disesuaikan dengan keadaan dan tingkat
kemampuan peserta didik, karakteristik, minat dan lain sebagainya. Itu lah
sebabnya murid merupakan subjek didik dalam pendidikan setelah guru atau pendidi.
Murid dalam
pengertian pendidikan pada umumnya adalah setiap individuatau sekelompok
individu yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok yang menjalankan
kegiatan pendidikan. Sedangkan murid dalam pengertian pendidikan secara khusus
adalah anak yang belum dewasa yang menjadi tanggungjawab pendidik .
Peserta didik secara kodrati adalah manusia, baik secara
individu maupun sosial yang memiliki kebutuhan. Kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi serta berbagai potensi maupun disposisi untuk dididik, dibimbing dan
diarahkan sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan. Peserta
didik raw material mentah) dalam transformasi pendidikan. Menurut Ramayulis ada
empat hal yang harus diperhatikan dalam
membangun raw materialtersebut, yaitu potensi peserta didik, kebutuhan
pesertadidik, sifat-sifat peserta didik dan dimensi peserta didik yang harus
dikembangkan.Hadits sebagai kitab rujukan bagi manusia, banyak memberikan
gambaran tentang proses pendidikan yang terjadi antara pendidik dan peserta
didik. Oleh karena itu memahami keberadaan peserta didik dari isyarat hadits
diperlukan untuk mencari format pendidikan bagi peserta didik sesuai dengan
sumber tersebut. Sehingga dalam proses pendidikan akan tercipta keselarasan
antara komponen pendidikan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam
upaya mencari format tersebut, maka perlu dipahami bagaimana pandangan hadits
mengenai peserta didik. Rasulullah SAW, sangat memberikan perhatian terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan. Sehingga ditemukan banyak hadits-hadits
Rasulullah SAW yang membicarakan tentang mencari ilmu pengetahuan
Peserta
didik sebagai salah satu komponen pokok dalam pendidikan harus diketahui
tingkat kemampuan,karakteristik perbedaan,hak dan kewajibannya. Hadits
memberikan gambaran tentang sosok peserta didik yang ideal dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan yaitu menjadi ulama yang basthotan fi ilmidan basthotan fi rizqi Pendidik,
peserta didik dan tujuan pendidikan memiliki kaitan yang saling mempengaruhi
antara komponen satu dengan komponen lainnya, sehingga proses pendidikan
hendaknya merupakan perpaduan yang integral dan harmonis untuk menghasilkan
pendidikan yang ideal. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan harus mengantarkan
peserta didik mencapai suatu tujuan hidup yang telah digariskan dalam ajaran
Islam
F. ADAB PESERTA DIDIK
Adab
menurut Kamus Bahasa Indonesia diartikan budi pekerti yang halus, akhlak yang
baik, budi baasa dan kesopanan.Kata Adab berasal dari bahasa Arab yaitu aduba,
ya‟dabu, adaban, yang mempunyai arti bersopan santun, beradab.Kata adab sebagai
asal kata dari ta‟dibuntuk istilah pendidikan Islam adalah bahwa kata adab
telah mencakup amal dalam pendidikan, sedangkan proses pendidikan Islam itu
sendiri adalah untuk menjamin bahwasannya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam
masyarakat. Kata adabbila dirangkai imbuhan “per” dan akhiran “an” menjadi“peradaban”,
maka di dalam. Sedangkan secara aplikatif dimaknai al-Asqalaniy, adab adalah
mengamalkan segala perkara yang dipuji baik perkataan maupun perbuatan dan
sebagian „ulama menggambarkan adab itu adalah menerapkan akhlak yang
mulia.Dengan adab inilah, seorang Muslim dapat menempatkan karakter pada
tempatnya. Kapan dia harus jujur, kapan dia boleh berbohong. Untuk apa dia
harusbekerja dan belajar keras? Dalam pandangan Islam, jika semua itu dilakukan
untuk tujuan-tujuan pragmatis duniawi, maka tindakan itu termasuk kategori
“tidak beradab” alias biadab. Jadi setiap muslim harus berusaha menjalani pendidikan
karakter, sekaligus menjadikan dirinya sebagai manusia beradab.
G.
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Definisi Karakteristik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata karakter
berasal dari kata “karakteristik” yang artinya sifat-sifat
kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya.5 J.P Chaplin berpendapat,
character adalah watak atau sifat yang dapatdirumuskan dalam tiga pengertian,
yaitu: 1) Kualitas atau sifat
yang tetap terusmenerus dan kekal yang dapat dijadikan
ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. 2) Integrasi atau sintesa dari
sifat-sifat individual dalam bentuk satu atau kesatuan. 3) Kepribadian
seseorang dipertimbangkan dari titik pandangan etis atau moral.6 Sedangkan
James Drever berpendapat beda, bahwa character digunakan dalam pengertian biologis terhadap suatu sifat
dari suatu organisme dalam dimana ia dapat dibandingkan dengan organisme
lainnya.[6]
Di bidang psikologi “digunakan
kepada integrasi kebiasaan, sentimen dan
ideal yang membuat tindakan seseorang
relatif stabil dan
dapat diramalkan, sifat khusus
pada integrasi ini, atau tampil dalam aksi, disebut character traits dan tes yang disusun untuk
mengungkapkan sifat demikian adalah personality test.Dari situ dapat dijelaskan
bahwa karakteristik memiliki arti yang hampir sama dengan identitas atau dengan
kepribadian. Kepribadian ditinjau dari sudut pandang psikologi, pada prinsipnya
merupakan susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran,
perasaan, dan sebagainya) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata).
Aspek-aspek tersebut,” secara fungsional dalam diri individu saling berkaitan,
sehingga muncul tingkahlaku yang khas dan menetap.
Definisi Anak Peserta
Didik Ada perbedaan istilah peserta didik dengan anak didik, dalam paradigma
belajar sepanjang masa istilah tersebut yang tepat adalah peserta didik.
Sedangkan anak didik secara terminologi adalah anak tidak berlaku dan
berlangsung sepanjang masa, tetapi hanya usia individu belum dewasa (sebelum 17
tahun dalam usia di Indonesia). Dengan demikian, yang dimaksud peserta didik
adalah orang yang menginginkan (the wilier) ilmu, dan menjadi salah satu sifat
Allah. yang berarti Maha Menghendaki.
Pengertian tersebut dapat dipahami karena seorang peserta didik dalam
pandangan pendidikan Islam adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu
pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar
bahagia di dunia dan akhirat dengan jalan
belajar yang sungguhsungguh. Istilah lain tentang peserta didik dalam
pendidikan Islam adalah al-thalib, yaitu orang yang mencari sesuatu.
Artinya, seorang
peserta didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, keterampilan
dan pembentukan karakter tertentu. Pengertian peserta didik dalam istilahal
al-thalib lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan sedikit bergantung kepada
guru. Peserta didik sebagai al-thalib dalam beberapa hal dapat meringkas,
mengkritik dan menambahkan informasi yang disampaikan oleh guru. Dalam konteks
ini, seorang guru dituntut bersifat terbuka, demokratis, memberi kesempatan dan
menciptakan suasana belajar yang saling mengisi, dan mendorong peserta didik
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan demikian, pembelajaran dari
guru harus merangsang peserta didik untuk belajar, berfikir, melakukan
penalaran yang memungkinkan peserta didik dan guru tercipta hubungan mitra
belajar. [7]
Minat dan pemahaman,
timbal balik antara guru dan peserta didik ini akan memperkaya kurikulum dan
kegiatan belajar mengajar pada kelas bersangkutan. Selanjutnya, istilah yang
berhubungan erat dengan pengertian peserta didik yaitu al-muta’allim, yaitu
orang yang mencari ilmu pengetahuan. Istilah muta’allim yang menunjukkan
pengertian peserta didik, sebagai orang yang menggali ilmu pengetahuan
merupakan istilah yang
populer dalam karya-karya ilmiah
para ahli pendidikan Islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Adian Husaini yang
mengutip dari K.H. M. Hasyim Asy’ari (dalam buku beliau aadabul ‘aalim
wal-muta’aalim), bahwa muta’allim ada kaitannya dengan adab dalam pendidikan.
Berdasarkan pengertian
istilah karakter dari para ahli di atas, dapat dipahami bahwa karakter peserta
didik yang ideal berarti sifat-sifat yang dimiliki individu sebagai manusia
yang dapat diidentifikasi sebagai orang yang mencari ilmu pengetahuan dengan
sungguh-sungguh untuk bekal di masa depan baik kehidupan dunia maupun akhirat.
Dengan demikian, masing-masing individu akan memiliki karakteristik yang
berbeda sesuai dengan kedudukan individunya masing-masing tersebut.
Berdasarkan pembahasan
di atas, bahwa karakteristik peserta didik yang ideal perspektif Al-Qur’an dan
Hadits tergambar dalam proses pencarian ilmu, yaitu yang dilakukan seorang
peserta didik. Ada beberapa karakter yang dapat dipandang sebagai unsur
manusiawi dan dapat diteladani oleh para peserta didik yang tertuang di dalam
Al-Qur’an dan Hadits, yaitu niat karena
Allah, sabar, ikhlas, jujur, tawadhu’, qana’ah, toleran, tha’at, tawakkal,
khauf dan raja, dan syukur. Dengan demikian, implikasi pendidikannya bahwa
seorang peserta didik harus menghiasi diri dengan kesucian jiwa dan akhlak mulia dalam menuntut ilmu, sehingga dapat
menerima pancaran cahaya ilmu dari Allah. Jika tidak demikian, ilmu yang
didapatkan oleh seorang peserta didik menjadi kurang bermanfaat dan tidak
menghantarkan pemilik ilmu tersebut pada derajat takwa.[8]
Peserta didik “merupakan
unsur manusiawi yang memiliki latar belakang dan pengalaman berbeda-beda.
Perbedaan pengalaman tersebut, dapat melahirkan kepribadian yang berbeda pula.
Teori ini yang dianut oleh aliran empirisme, yang percaya bahwa kepribadian
seseorang ditentukan oleh pengalaman empiris. Disisi lain, anak didik sebagai
makhluk ciptaan Allah, lahir ke alam dunia ini sudah memiliki pembawaan
masing-masing yang diciptakan-Nya, pembawaan ini pun dapat menentukan
kepribadian seseorang. Teori tersebut banyak dianut oleh aliran Nativisme, yang
mengatakan bahwa anak ditentukan oleh pembawaan; baik buruk seseorang
tergantung pembawaannya. Namun demikian, pendidikan Islam tidak memandang kedua
hal tersebut secara berlawanan, melainkan antara pembawaan dan pengalaman empiris
saling melengkapi dan saling menunjang dalam pembentukan karakteristik
seseorang. Prinsip-prinsip yang memberikan landasan kokoh
tentang karakter peserta didik yang ideal perspektif al-Qur’an
dan Hadits, serta implementasinya dalam proses pembelajaran yaitu: niat karena
Allah”, sabar, ikhlas, jujur, tawadhu’,
qana’ah, toleran, tha’at, tawakal, khauf
dan raja, syukur.[9]
H.
URGENSI PENGETAHUAN PESERTA DIDIK
Setiap intitusi
pendidikan, “peserta didik merupakan komponen yang sentral pokok terciptanya
kondisi sekolah yang baik. Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya peserta
didik di sekolah. Peserta didik di sekolah dibimbing dan diarahkan kearah yang
optimal guna terciptanya individu yang cerdas dan mandiri. Pola bimbingan harus
disesuaikan dengan dasar kebutuhan perkembangan peserta didik menuju arah
kematangan. Guru merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan peserta
didik”. [10]
Untuk itu,salah satu
peran penting guru adalah pentingnya mengidentifikasi kebutuhan peserta didik
di sekolah untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran di kelas. “Dalam perspektif psikologis, peserta didik
adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan,
baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang
tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menuju kea rahtitik optimal kemampuan fitrahnya.12 Kemudian,
dalam pespektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 4, peserta didik merupakan sebagai anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalu proses pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Lebih lanjut Desmita mengklasifikasikan beberapa
karakteristik peserta didik, diantaranya: Peserta didik adalah individu yang
memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang
unik. Potensi yang khas dimilikinya perlu dikembangkan dan diaktualisasikan
sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal”.[11]
Peserta didik adalah
individu yang sedang berkembang. Artinya peserta didik tengah mengalami
perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang ditujukkan kepada
diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan
perlakuan manusiawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses
pemberian bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembangannya.
Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. “Dalam
perkembangannya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan.Dengan
demikian, dari beberapa paparan di atas mengenai pengertian peserta didik maka
dapat diambil kesimpulan bahwa, peserta didik merupakan sebagai individu yang
sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki berbagai potensi
kemanusiaan yang mampu berkembang secara optimal melalui proses pendidikan.
Sebagai makhluk psiko-fisik,” anak-anak sejak bayi sudah memiliki
kebutuhan-kebutuhan dasar, yaitu seperti kebutuhan fisik dan psikis.
Dalam proses “pertumbuhan
dan perkembangan seorang anak menuju kedewasaan terjadi perubahan-perubahan
kebutuhan, seperti di atas menjadi lebih besar. Dan kebutuhan social psikologis
seseorang akan lebih banyak dibandingkan kebutuhan fisiknya sejalan dengan
usianya.Desmita menyatakan kebutuhan merupakan suatu keperluan asasi yang harus
dipenuhi untuk mencapai keseimbangan organisme. Kebutuhan muncul ketika
seseorang merasa kekurangan, ketidaksempurnaan yang dapat merusak
kesejahteraannya. Dengan perkataan lain, kebutuhan muncul karena adanya
ketidakseimbangan dalam diri individu, sehingga membuat individu bersangkutan
melakukan suatu tindakan, tindakan itu mengarah pada suatu tujuan, dan tujuan
itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang ada”.
a. Urgensi Analisis
Kebutuhan Dasar Peserta Didik terhadap Proses Pembelajaran
Kajian
ini berangkat dari sebuah asumsi bahwa pemahaman yang baik terhadap kebutuhan peserta
didik merupakan kunci bagi keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad bahwa dengan memahami siswa
dengan baik, diharapkan kita dapat memberikan layanan “pendidikan yang tepat
dan bermanfaat bagi masing masing anak. Selain itu, pentingnya memahami dan
memenuhi kebutuhan peserta didik bagi guru, yaitu sebagai Pertama kita akan memperoleh ekspektasi yang nyata
tentang anak dan remaja; kedua, pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak
membantu kita untuk meresppon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada
seorang anak; ketiga, pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu
mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal; dan keempat,
dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri
sendiri.Pemikiran Maslow tentang teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah
dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah
tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka mencapai
perkembngan diri siswa, sekolah seogianya dapat menyediakan dan memenuhi
berbagai kebutuhan siswanya”. Berikut ini ringkasan tentang beberapa
kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori
kebutuhan Maslow.
b. Pentingnya Belajar Menurut Al Qur’
an dalam Surat Al-Alaq Ayat 1-5
Surat
Al-Alaq (Iqra’) termasuk ayat Al Qur’an pertama yang diturunkan, termasuk ayat
makiyyah, terdiri dari 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam Surat Al Alaq
dapatlah di lihat suatu gambaran yang hidup mengenai suatu peristiwa terbesar
yang pernah terjadi pada sejarah manusia, yaitu pertemuan Nabi Muhammad SAW
dengan Malaikat Jibril untuk pertama kali di Gua Hiro’ dan penerimaan wahyu
yang pertama setelah Nabi berusia 40 tahun. Bagian pertama Surat Al-Alaq ini
mengarahkan Nabi Muhammad SAW kepada Allah agar beliau berkomunikasi dengan
Allah dan beliau dengan nama Allah membaca ayat-ayat Alquran yang diterima
melalui wahyu/Jibril (bukan membaca tulisan di atas kertas, sebab ia
adalahummi/tidak pandai baca tulis). Sebab dari Allah-lah asal mulasegala makhluk
dan kepadanya pulalah semua akan kembali.Wahyu pertama itu juga mengingatkan,
bahwa Allah telah memuliakan/menjunjung tinggi martabat manusia melalui baca.
Artinya dengan proses belajar mengajar itu manusia dapat menguasai ilmu-ilmu
pengetahuan dan dengan ilmu-ilmu pengetahuan ini manusia dapat mengetahui
rahasia alam semesta yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraanhidupnya. Padahal
manusia itu dijadikan oleh Allah dari segumpal darah yang melekat dirahim ibu.
Surat Al-Alaq ayat 1-5 diturunkan sewaktu Rasulullah SAW berkhalwatdi Gua Hiro,
ketika itu beliau berusia 40 tahun. Ayat-ayat pertama yang diturunkan sekaligus
merupakan tanda pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah.
Dengan
demikian, “Alquran dan Hadits merupakan sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat
Islam dalam spektrum yang seluas-luasnya. Lebih lagi, kedua sumber pokok Islam
ini memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan ilmu-ilmu. Peran
itu adalah: Pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum Muslimin
terdapat dalam Al Qur’an. Dan sejauh pemahaman terhadap Alquran, terdapat pula penafsiran
yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya
pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna
secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu.” Kedua,
Alquran dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu
dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam
segi apa pun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan Tauhid. [12]
Karena
itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan Alquran dan
Hadits merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam. Singkatnya,
Alquran dan Hadits menciptakan atmosfir khas yang mendorongaktivitas intelektual
dalam konformitas (Azra, 2001). Wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW
berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, “Alquran
juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di
dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber
itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun,
karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah
SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari
ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu
tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak samadengan ilmu
pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak
ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis
Islam,ilmu-ilmu tersebut tidaklain merupakan bayan atau penjelasan yang
mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti.” Di sinilah letak perbedaan
epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
BAB III
PENUTUP
Peserta
didik hendaknya bersungguh-sungguh atau tekun dalam mencari ilmu baik ilmu
agama maupun ilmu umum. Apabila peserta didik telah mendapatkan ilmu, maka
hendaknya ilmutersebut dipergunakannya dengan baik dan diajarkannya kepada
orang lain. Untuk mewujudkan peserta didik yang berkualitas berdasarkan
tinjauan hadis dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Rasulullah saw., menjelaskan bahwa ilmu itu hanya diperoleh
dengan belajar.
b.
Peserta didik diperbolehkan iri hati kepada orang lain yang
memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sebagai cambuk untuk rakus dalam menuntut
ilmu pengetahuan.
c.
Peserta didik hendaknya selalu menghafal dan mengulangi
pelajarannya, sehingga betul-betul menguasai materi yang telah disampaikan oleh
pendidik. Peserta didik yang hadir menuntut ilmu tidak boleh kikir, untuk
menyampaikan ilmu kepada orang-orang yang tidak hadir.
d.
Peserta didik hendaknya menuliskan, ilmu yang disampaikan
oleh pendidik, sehingga terjaga.
e.
Peserta didik hendaknya menyadari bahwa dalam menuntut ilmu
tersebut, ia berada dalam rida Allah swt., dan mempermudah baginya jalan menuju
surga.
f.
Peserta didik hendaknya berniat untuk mengajarkan ilmu yang
diperolehnya untuk disebarkan dan diajarkan kepada orang lain agar bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang lain.
REFERENSI
Amirudin, Noor, Suaib Muhammad, and Samsul Ulum.
“KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK YANG IDEAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS.” Jurnal
Pendidikan Islam 9, no. 2 (2020): 15.
Dan Nur Hidayah,
Amiruddin Siahaan. “Hadis-Hadis tentang Peserta Didik.” Nadwa 8, no. 1
(April 19, 2014): 1. https://doi.org/10.21580/nw.2014.8.1.567.
Devianti, Rika, and
Suci Lia Sari. “URGENSI ANALISIS KEBUTUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP PROSES
PEMBELAJARAN” 06, no. 01 (2020): 16.
Gufron, Syahrul.
“pengertian hadis tematik dan sejarah pertumbuhannya.” Preprint. Open Science
Framework, December 1, 2020. https://doi.org/10.31219/osf.io/2tpnj.
Hadi, Hasbullah.
“KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DAN PENDIDIKAN
SEKULER.” MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 40, no. 2 (October 28,
2016). https://doi.org/10.30821/miqot.v40i2.304.
Khon, Abdul Majid.
“Pendidikan dalam Perspektif Hadis (Suatu Kajian Tematik dalam Bulûgh
Al-Marâm).” DAYAH: Journal of Islamic Education 4, no. 1 (January 6,
2021): 23. https://doi.org/10.22373/jie.v4i1.7102.
Maghfiroh, Lailatul.
“HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM,” n.d., 16.
Noer, Ali, Syahraini
Tambak, and Azin Sarumpaet. “Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran
menurut Az-Zarnuji dan Implikasinya terhadap Pendidikan karakter di Indonesia”
14, no. 2 (2017): 28.
Nurfadilah, Nurfadilah.
“TEORI DAN KONSEP PESERTA DIDIK MENURUT AL-QURAN.” Eduprof : Islamic
Education Journal 1, no. 2 (September 22, 2019): 13–25.
https://doi.org/10.47453/eduprof.v1i2.16.
Qutub, Sayid.
“Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Al Qur’an dan Hadits.” Humaniora
2, no. 2 (October 31, 2011): 1339. https://doi.org/10.21512/humaniora.v2i2.3198.
Raharjo, Sabar Budi.
“Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia.” Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan 16, no. 3 (May 10, 2010): 229.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i3.456.
[1]
Amiruddin Siahaan Dan Nur
Hidayah, “Hadis-Hadis tentang Peserta Didik,” Nadwa 8, no. 1 (April 19,
2014): 2, https://doi.org/10.21580/nw.2014.8.1.567.
[2]
Abdul Majid Khon, “Pendidikan
dalam Perspektif Hadis (Suatu Kajian Tematik dalam Bulûgh Al-Marâm),” DAYAH:
Journal of Islamic Education 4, no. 1 (January 6, 2021): 5,
https://doi.org/10.22373/jie.v4i1.7102.
[3]
Syahrul Gufron, “pengertian
hadis tematik dan sejarah pertumbuhannya,” preprint (Open Science Framework,
December 1, 2020), 2, https://doi.org/10.31219/osf.io/2tpnj.
[5]
Ali Noer, Syahraini Tambak, and
Azin Sarumpaet, “Konsep Adab Peserta Didik dalam Pembelajaran menurut Az-Zarnuji dan Implikasinya
terhadap Pendidikan karakter di Indonesia” 14, no. 2 (2017): 7.
[6]
Noor Amirudin, Suaib Muhammad,
and Samsul Ulum, “KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK YANG IDEAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
DAN HADITS,” Jurnal Pendidikan Islam 9, no. 2 (2020): 7.
[7]
Sabar Budi Raharjo, “Pendidikan
Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia,” Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan 16, no. 3 (May 10, 2010): 233,
https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i3.456.
[8]
Amirudin, Muhammad, and Ulum,
“KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK YANG IDEAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS,” 70.
[9]
Nurfadilah Nurfadilah, “TEORI
DAN KONSEP PESERTA DIDIK MENURUT AL-QURAN,” Eduprof : Islamic Education
Journal 1, no. 2 (September 22, 2019): 17,
https://doi.org/10.47453/eduprof.v1i2.16.
[10]
Rika Devianti and Suci Lia
Sari, “URGENSI ANALISIS KEBUTUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN”
06, no. 01 (2020): 25.
Komentar